JAKARTA, DDTCNews – Pengusaha kena pajak (PKP) yang bergerak di industri barang kebutuhan sehari-hari (fast-moving consumer goods) perlu diberi perlakuan khusus sehingga mudah menerbitkan faktur pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (4/2/2025).
Usulan tersebut disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto seusai mengunjungi kantor pusat Ditjen Pajak (DJP) untuk mengecek implementasi sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system.
“Makanya, tadi saya minta fast-moving consumer goods, perusahaan yang menerbitkan banyak faktur itu, perlu ada sistem tersendiri,” kata Airlangga.
Dia menilai perlakuan khusus diperlukan agar kegiatan usaha yang dijalankan oleh sektor fast-moving consumer good tidak terganggu. Terlebih, kebutuhan PKP tersebut lebih kompleks dan berbeda dari wajib pajak biasa.
Jika tidak diberi perlakuan khusus, dia khawatir persoalan coretax dan kesulitan yang dihadapi wajib pajak akhirnya mengganggu potensi penerimaan pajak. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penerimaan pajak senilai Rp2.189,3 triliun, baik 10% dari target APBN 2024.
Terkait dengan coretax, Airlangga memandang kendala yang dihadapi coretax system dalam awal implementasinya relatif masih wajar. Menurutnya, DJP juga akan terus berupaya menyelesaikan kendala yang terjadi pada coretax system.
"Itu yang kami pastikan, supaya penerimaan anggaran tidak terganggu dengan implementasi coretax yang tentu masih perlu penyempurnaan. Apalagi ini kan sistemnya langsung diberlakukan secara nasional," katanya.
Sejauh ini, DJP telah melakukan beberapa upaya untuk mengurai kendala dalam penerapan coretax system. Contoh, membolehkan kembali pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan banyak transaksi untuk membuat faktur pajak menggunakan e-faktur.
Airlangga pun menyoroti mekanisme penyampaian SPT Tahunan 2024 yang masih menggunakan DJP Online, meskipun coretax system sudah diterapkan. Dia pun meminta DJP memastikan penggunaan sistem legacy ini dapat sejalan dengan penyempurnaan coretax system.
"Semua pada saat launching sistem seperti ini pasti ada kendala. Justru kendala itu menjadi feedback untuk masukan perbaikan," ujarnya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Selain isu implementasi coretax, ada pula ulasan terkait dengan buku panduan coretax terbaru yang diterbitkan oleh DJP. Kemudian, ada juga bahasan mengenai PMK terbaru yang mengatur tata cara pemeriksaan dan penagihan pajak daerah.
DJP terus berupaya memudahkan wajib pajak dalam menggunakan coretax. Kali ini, DJP merilis buku bertajuk Panduan Bukti Potong Pajak Penghasilan (PPh) dalam Coretax DJP.
Panduan tersebut menerangkan tata cara pembuatan bukti potong PPh di Coretax DJP. Ada pula penjelasan mengenai konsep bukti potong serta manfaat bukti potong bagi penerima dan pemberi penghasilan. Panduan itu merupakan versi pertama pun akan terus diperbarui.
“Bukti Potong PPh dalam Coretax DJP Versi 1.0 – 3 Februari 2025 akan diperbarui sesuai dengan perkembangan,” sebut DJP. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menerbitkan pedoman bagi pemerintah daerah (pemda) dalam melaksanakan pemeriksaan dan penagihan pajak daerah.
Pedoman tersebut termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 7/2025 tentang Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah.
"Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 73 ayat (5) dan Pasal 84 PP 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan PMK tentang Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah," bunyi bagian pertimbangan PMK 7/2025. (DDTCNews)
Daftar role akses yang dapat didelegasikan kepada wakil (pihak terkait) atau kuasa bertambah.
Daftar role akses yang bisa didelegasikan oleh penanggung jawab (person in charge/PIC) kepada pihak terkait atau kuasa sebelumnya masih terbatas sebagai signer atau drafter terkait dengan SPT, bukti potong, serta faktur pajak.
Kini, daftar role akses yang bisa didelegasikan mencakup juga akses terkait dengan pembayaran pajak, pendaftaran, serta permohonan layanan tertentu. Ada pula role akses untuk mengubah, mencabut, hingga menghapus data atau posisi tertentu. (DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan DJP terus berupaya memperbaiki berbagai kendala dalam penerapan coretax administration system.
Airlangga mengatakan langkah penyempurnaan masih dilaksanakan untuk memastikan coretax system berjalan stabil. Menurutnya, DJP juga memerlukan waktu untuk menyambungkan coretax system dengan sistem pada kementerian/lembaga dan perbankan.
"Itu kan semua harus mempersiapkan interoperability, apakah itu perbankan, apakah itu wajib pajak. Ini bukan sistem yang satu pihak," katanya. (DDTCNews)
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro mendukung langkah penghematan belanja oleh Presiden Prabowo Subianto seiring dengan kebijakan kenaikan tarif PPN hanya untuk barang mewah.
Fauzi mengatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah akan menyebabkan tambahan penerimaan negara tidak sebesar perkiraan awal. Menurutnya, kebijakan ini hanya akan menambah penerimaan senilai Rp3 triliun hingga Rp5 triliun.
"Apa yang harus dilakukan pemerintah agar ruang fiskal ini lebih besar? Salah satunya adalah penghematan, baik di kementerian dan lembaga maupun transfer ke daerah," katanya. (DDTCNews)