Laporan World Bank yang menunjukkan tren pengelakan pajak di Indonesia.
JAKARTA, DDTCNews - Survei World Bank mencatat setidaknya 1 dari 4 wajib pajak badan di Indonesia mengelak dari kewajiban pajak. Sekitar 26% dari total wajib pajak yang disurvei mengaku tidak sepenuhnya membayar pajak yang seharusnya terutang.
Secara terperinci, pengelakan pajak lebih banyak dilakukan oleh wajib pajak badan yang tidak melakukan ekspor, wajib pajak badan yang menganggap pajak sebagai hambatan bisnis, dan wajib pajak badan yang berkompetisi dengan sektor informal.
"Pemenuhan kewajiban pajak menimbulkan biaya dari sisi finansial maupun waktu. Wajib pajak badan akan mencari cara yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan undang-undang untuk meminimalisasi beban ini," tulis World Bank dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Prospects December 2024: Funding Indonesia's Vision 2045, dikutip Selasa (17/12/2024).
Ketika ditanya lebih lanjut, sebanyak 1 dari 3 wajib pajak yang disurvei memandang tarif pajak dan administrasi pajak adalah hambatan dalam kegiatan usaha.
Bahkan, pajak dianggap sebagai sebagai faktor utama yang menghambat formalisasi kegiatan usaha. "Dari 55,6% perusahaan yang mengaku bersaing dengan pelaku usaha informal, 95% percaya bahwa pajak adalah alasan utama para pesaing tersebut tidak memformalisasi kegiatan usahanya," tulis World Bank.
Lebih lanjut, World Bank mencatat setidaknya 1 dari 2 wajib pajak badan mengaku dapat dengan mudah menghindar dari kewajiban pembayaran pajak yang seharusnya.
"Sekitar 52% wajib pajak badan mengatakan dapat dengan mudah menghindar dari kewajiban membayar PPh badan secara penuh. Bagi wajib pajak badan yang dikenai PPN, sekitar 44% wajib pajak badan mengatakan hal yang sama," tulis World Bank dalam laporannya.
Setidaknya terdapat 4 karakteristik yang dimiliki oleh wajib pajak badan yang mengaku bisa mengelak dari kewajiban pembayaran pajak dengan mudah. Pertama, wajib pajak dimaksud memiliki pemahaman yang baik terkait dengan kewajiban pajak.
Kedua, wajib pajak tersebut berpandangan mematuhi ketentuan pajak adalah hal yang rumit. Ketiga, wajib pajak dimaksud membiayai kebutuhan modal kerja sepenuhnya dengan dana mereka sendiri. Keempat, wajib pajak dimaksud menggunakan pihak eksternal untuk membantu sebagian persiapan, pelaporan, dan pembayaran pajak.
Guna memperbaiki masalah ketidakpatuhan di atas, World Bank mendorong Indonesia memperbaiki moral pajak serta kepercayaan publik terhadap sistem pajak yang berlaku. Moral pajak dan kepercayaan publik terhadap sistem pajak dipandang perlu untuk meningkatkan kepatuhan sukarela.
Mengingat otoritas pajak tidak akan mampu mengawasi dan memastikan kepatuhan seluruh wajib pajak, kepatuhan sukarela amat diperlukan untuk mencapai tingkat penerimaan negara yang optimal.
"Pemerintah dan otoritas pajak bisa meningkatkan kepercayaan publik secara cepat melalui kebijakan mereka, sedangkan peningkatan moral pajak membutuhkan upaya yang bersifat jangka panjang," tulis World Bank. (sap)