Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan.
JAKARTA, DDTCNews - Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan Parjiono menyatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025 sejauh ini masih dalam rencana.
Parjiono menegaskan pemerintah akan tetap memperhatikan dampak kenaikan tarif PPN terhadap daya beli masyarakat. Menurutnya, berbagai kebijakan seperti fasilitas pajak, subsidi, dan bantuan sosial akan diberikan menjaga daya beli masyarakat.
"Kami masih dalam proses ke sana. Ini akan berlanjut, tetapi kalau kami lihat dari [berbagai] sisi, khususnya menjaga daya beli masyarakat," katanya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Selasa (3/12/2024).
Parjiono menilai menaikkan tarif PPN tersebut bukanlah keputusan yang gampang. Pemerintah dan DPR sesungguhnya telah melewati kajian dan proses panjang untuk menyepakati kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
Kenaikan tarif PPN ditetapkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU PPN s.t.d.t.d UU HPP mengatur tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku pada 1 April 2022 dan tarif sebesar 12% akan berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Selain kenaikan tarif, UU HPP turut mengatur pemberian fasilitas pembebasan PPN terhadap bahan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa keuangan. Hal ini dilakukan untuk menahan dampak kenaikan tarif PPN pada daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, Parjiono menyebut pemerintah juga akan tetap memberikan subsidi dan bantuan sosial sehingga kenaikan tarif PPN menjadi 12% nantinya tidak menggerus daya beli kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
"Daya beli menjadi prioritas kami perkuat juga, [dengan] subsidi, jaring pengaman," ujarnya.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya sempat memberikan sinyal penundaan kenaikan tarif PPN. Dia menyebut pemerintah akan menggelontorkan bantuan sosial terlebih dahulu sebelum menaikkan tarif PPN. (rig)