Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memberikan keterangan pers APBN KiTa edisi November 2024 di Jakarta, Jumat (8/11/2024). Kemenkeu melaporkan APBN 2024 mengalami defisit Rp309,2 triliun atau 1,37 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per Oktober namun defisit tersebut masih lebih kecil dari yang ditetapkan bersama DPR pada UU APBN, yakni sebesar 2,29 persen. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Utusan Khusus Presiden Hashim Djojohadikusumo mengatakan wakil menteri keuangan hanyalah jabatan sementara bagi Anggito Abimanyu.
Menurut Hashim, Presiden Prabowo Subianto nantinya akan melantik Anggito menjadi menteri penerimaan negara. Anggito selaku menteri akan ditugaskan untuk melaksanakan perbaikan sistem perpajakan dan cukai.
"Itu nanti ditangani oleh Pak Anggito sebagai menteri penerimaan negara yang baru. Saya kira beliau sebagai wakil menteri itu untuk sementara," ujar Hashim, dikutip Senin (2/12/2024).
Hashim mengatakan Anggito nantinya akan menyiapkan program-program baru guna memperbaiki sistem perpajakan Indonesia dan menambal kebocoran pada pendapatan negara. "Ada banyak program-program yang akan dimulai untuk menutup kebocoran-kebocoran," ujar Hashim.
Seperti diketahui, pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) adalah salah satu dari beberapa program yang dijanjikan oleh Presiden Prabowo Subianto sepanjang periode kampanye Pilpres 2024.
Menurut Prabowo, pembentukan BPN diperlukan untuk meningkatkan pendapatan negara dari saat ini sebesar 12% dari PDB menjadi sebesar 23% dari PDB. Bila dibentuk, BPN bakal mengelola penerimaan pajak, kepabeanan, cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sekaligus.
Saat ini, penerimaan pajak, kepabeanan, dan cukai dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Adapun PNBP dikelola oleh Kemenkeu melalui 2 direktorat PNBP pada Ditjen Anggaran (DJA).
Jika DJP dan DJBC nantinya hendak dipisahkan dari Kemenkeu lalu meleburnya menjadi BPN, Prabowo bisa melakukan hal tersebut dengan memanfaatkan klausul-klausul baru yang tersedia pada UU 39/2008 s.t.d.d UU 61/2024 tentang Kementerian Negara.
Dalam Pasal 9A UU Kementerian Negara, presiden memiliki kewenangan untuk mengubah unsur organisasi suatu kementerian meski sudah ada undang-undang yang mengatur mengenai unsur organisasi dimaksud.
"Contoh penerapan ketentuan dalam pasal ini, yakni, jika dalam UU Nomor … Tahun … tentang … ternyata terdapat penulisan unsur organisasi berupa direktorat jenderal maka direktorat jenderal ini dapat diubah menjadi lembaga tersendiri atau unsur organisasi dalam kelembagaan tersendiri," bunyi ayat penjelas dari Pasal 9A UU 61/2024.
Bila presiden memutuskan untuk menerapkan Pasal 9A, ketentuan mengenai unsur organisasi yang diatur dalam undang-undang dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. (sap)