Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Bea dan Cukai Askolani menerbitkan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. PER-13/BC/2024. Peraturan tersebut menjadi petunjuk teknis pemberian pembebasan cukai sekaligus aturan pelaksana dari PMK 82/2024.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menerbitkan PMK 82/2024 untuk mempertegas tata cara pembebasan cukai. Namun, pelaksanaan sejumlah ketentuan yang diatur dalam PMK 82/2024 tersebut masih membutuhkan petunjuk teknis.
“bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 55 huruf a, huruf b, huruf d, huruf l, huruf m, huruf n, dan huruf o PK 82/2024, perlu menetapkan peraturan dirjen bea dan cukai,” bunyi salah satu pertimbangan PER-13/BC/2024, dikutip pada Rabu (27/11/2024).
PER-13/BC/2024 tidak memuat seluruh petunjuk teknis yang diamanatkan PMK 82/2024. Namun, berdasarkan PMK 82/2024, sebenarnya terdapat 15 ketentuan yang pelaksanaannya membutuhkan petunjuk teknis. Adapun 8 petunjuk teknis di antaranya diatur dalam PER-13/BC/2024.
Pertama, pelaksanaan pendaftaran. Sesuai dengan ketentuan, orang atau badan hukum yang akan menggunakan barang kena cukai (BKC) dengan pembebasan cukai harus mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok pengguna pembebasan (NPPP).
Pendaftaran tersebut dapat dilakukan sepanjang orang atau badan hukum memenuhi persyaratan fisik dan administrasi. Nah, PER-13/BC/2024 memerinci persyaratan fisik dan administratif tersebut beserta tata cara pendaftarannya.
Kedua, pelaksanaan penetapan penggunaan BKC dengan pembebasan cukai. Penetapan penggunaan BKC menjadi salah satu syarat agar BKC dengan pembebasan dapat digunakan. PER-13/BC/2024 memerinci syarat substantif dan administratif yang harus dipenuhi agar pengguna dapat diberikan penetapan penggunaan BKC.
Ketiga, pelaksanaan penetapan pemberian pembebasan cukai. Berdasarkan ketentuan, pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, dan importir yang akan mendapatkan pembebasan cukai harus mendapatkan penetapan pemberian pembebasan cukai.
Penetapan pemberian pembebasan cukai tersebut dapat diberikan sepanjang syarat substantif, fisik, dan administratif, terpenuhi. PER-13/BC/2024 pun memerinci ketentuan terkait dengan syarat substantif, fisik, dan administratif tersebut.
Keempat, pelaksanaan pemberlakuan izin tempat penimbunan berikat (TPB) sebagai nomor pokok pengguna pembebasan (NPPP). PMK 82/2024 telah mengatur izin TPB bisa berfungsi sebagai NPPPP.
Agar izin TPB bisa berfungsi sebagai NPPP, pengusaha TPB harus mengajukan permohonan yang tata caranya diuraikan dalam PER-13/BC/2024.
Kelima, pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Berdasarkan PMK 82/2024, Kepala Kantor Wilayah akan melakukan monitoring dan evaluasi atas pemenuhan persyaratan terkait dengan pembebasan cukai.
PER-13/BC/2024 kemudian mengatur ketentuan perihal sumber data yang menjadi dasar monitoring dan evaluasi serta tata cara pelaksanaanya.
Keenam, pelaksanaan pencabutan keputusan menteri mengenai penggunaan BKC dengan pembebasan cukai. Ketujuh, pelaksanaan pencabutan NPPP. Kedelapan, pelaksanaan pencabutan keputusan menteri mengenai pemberian pembebasan cukai.
Ketentuan mengenai pencabutan keputusan penggunaan BKC dengan pembebasan cukai, NPPP, dan keputusan pemberian pembebasan cukai, tersebut diatur dalam 1 pasal.
Pada intinya, PER-13/BC/2024 menegaskan kepala kantor bea dan cukai dapat melakukan pencabutan atas ketiga hal tersebut. (rig)