JAKARTA, DDTCNews – Komisi XI DPR mengusulkan RUU tentang Keuangan Negara masuk ke dalam Program Legislatif Nasional atau Prolegnas 2024—2029. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (30/10/2024).
Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan usulan tersebut sudah disetujui dalam rapat internal Komisi XI pada 19 Oktober 2024. Meski begitu, dia menegaskan bahwa usulan tersebut belum final karena masih akan dibahas lagi di Baleg DPR.
“Perancangan Prolegnas dari Komisi XI kan ada sekitar 9 yang akan diusulkan. Itu akan digodok lagi. Ini sifatnya masih usulan. Dari usulan itu nantinya digodok di Baleg,” katanya dikutip dari Bisnis Indonesia.
Anis menjelaskan revisi UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara sudah berumur lebih dari 20 tahun. Untuk itu, anggota Komisi XI ingin menyesuaikan agar UU Keuangan Negara tetap relevan dengan keadaan saat ini, terutama dengan pemerintahan baru.
Dia juga tidak menampik revisi UU Keuangan Negara berhubungan dengan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto.
“Sekarang kita belum rapat lagi dengan Kementerian Keuangan, dan belum ada penjelasan juga apakah memang pemerintah jadi membentuk itu [BPN]. Kita lihat perkembangannya nanti,” tuturnya.
Anis juga meminta setiap pihak bersabar karena revisi UU Keuangan Negara tidak diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2025. Selain itu, daftar inventaris masalah (DIM) RUU Keuangan Negara juga belum ada. Adapun Baleg DPR yang akan menyusun DIM-nya.
Selain usulan revisi UU Keuangan Negara, ada pula ulasan mengenai hal-hal yang perlu disiapkan wajib pajak menjelang implementasi coretax administration system. Ada juga bahasan mengenai optimalisasi objek pajak daerah, yaitu konsumsi listrik.
Sebelumnya, Anggota Dewan Pakar TKN Dradjad Wibowo sempat menyatakan rencana pembentukan BPN yang diusung oleh presiden terpilih Prabowo Subianto belum akan terwujud dalam waktu dekat.
Menurutnya, pembentukan BPN masih tertunda hingga waktu yang tidak ditentukan. Apalagi, rencana BPN juga selama ini belum disetujui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Yang jelas [pembentukan BPN] bakal tertunda entah sampai kapan," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Ditjen Pajak (DJP) mengimbau wajib pajak untuk memastikan NIK-NPWP sudah dipadankan dan data-data yang tercantum dalam akun DJP Online sudah valid menjelang implementasi coretax administration system.
Fungsional Penyuluh Pajak dari KPP Madya Jakarta Selatan II Rini Indrawati mengatakan wajib pajak harus mempersiapkan 2 hal menjelang implementasi coretax, yaitu sudah memiliki NPWP 16 digit dan data dalam akun DJP Online sudah valid.
“Sebelum menggunakan aplikasi coretax, ada yang perlu dipersiapkan. Pertama, sudah melakukan pemadanan NIK-NPWP atau NPWP 16 digit. Kedua, pastikan akun DJP Online aktif dan data-data lengkap dan valid,” katanya. (DDTCNews)
Komisi XI berpandangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tidak lagi masuk dalam lingkup koordinasi Kemenko Perekonomian berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 139/2024 merupakan langkah yang tepat.
Mengingat Kemenkeu tak lagi dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian maka kementerian yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tersebut memiliki kewajiban untuk langsung melapor ke presiden.
"Menurut saya itu sangat strategis apa yang dilakukan oleh presiden, dan itu meningkatkan koordinasi dan efisiensi di pemerintahan," kata Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun. (DDTCNews)
Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) sedang melakukan penghitungan potensi pajak daerah untuk setiap jenis pajak daerah secara nasional, salah satunya pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) tenaga listrik.
Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Anna Mei Rani mengatakan hasil penghitungan potensi pajak daerah ini bisa digunakan pemda untuk memaksimalkan pendapatan pajaknya.
"Kami sedang proses duduk bareng dengan PLN pusat. Hasilnya bagaimana? Ini kami sedang membahas," tuturnya. (DDTCNews)
International Monetary Fund (IMF) memperkirakan utang pemerintah selama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bertambah menjadi 12.983,96 triliun dalam 5 tahun mendatang.
Menurut IMF, pendapatan negara pada masa pemerintahan Prabowo diperkirakan meningkat secara nominal, tetapi rasionya terhadap PDB stagnan pada kisaran 14,5% pada periode 2025-2029.
Pada periode yang sama, IMF juga memperkirakan belanja negara juga meningkat secara nominal, tetapi rasionya stagnan pada kisaran 17%. (Bisnis Indonesia)