PENEGAKAN HUKUM

Sebelum Usul Pencegahan, KPP Harus Lakukan Identifikasi dan Profiling

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 07 Oktober 2024 | 18.00 WIB
Sebelum Usul Pencegahan, KPP Harus Lakukan Identifikasi dan Profiling

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ingin mengusulkan pencegahan terhadap penanggung pajak harus melaksanakan gelar perkara terlebih dahulu. Ketentuan ini sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-09/PJ/2020.

Merujuk surat edaran itu, gelar perkara dimaksudkan agar usulan pencegahan tidak diajukan sembarangan. Sebab, pelaksanaan pencegahan harus dilakukan secara sangat selektif dan hati-hati. Dengan demikian, pencegahan benar-benar dilakukan atas utang pajak yang valid dan penanggung pajak yang tepat.

“Pencegahan harus didahului dengan pelaksanaan gelar perkara untuk memberikan keyakinan bahwa suatu utang pajak valid dan penanggung pajak yang diusulkan pencegahan adalah pihak yang menurut kewajaran dan kepatutan harus dimintai pertanggungjawaban atas pembayaran utang pajak,” bunyi bagian umum surat edaran itu, dikutip pada Senin (7/10/2024).

Gelar perkara pencegahan itu dilaksanakan di Kantor Wilayah (Kanwil) DJP berdasarkan usulan KPP. Dalam rangka mengusulkan gelar perkara ke Kanwil DJP, KPP terlebih dahulu harus melakukan 2 hal.

Pertama, validasi atas utang pajak yang menjadi dasar usulan pencegahan. Validasi tersebut untuk memastikan utang pajak itu telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dan surat paksa telah diberitahukan kepada penanggung pajak.

Selain itu, validasi juga dilakukan untuk memastikan utang pajak tersebut belum daluwarsa penagihan dengan memperhatikan hal-hal yang menangguhkan daluwarsa penagihan.

Kedua, identifikasi dan profiling atas penanggung pajak. Seperti yang telah disebutkan, identifikasi dan profiling dimaksudkan utnuk memastikan penanggung pajak yang diusulkan pencegahan adalah pihak yang menurut kewajaran dan kepatutan harus dimintai pertanggungjawaban

Pelaksanaan identifikasi dan profiling atas penanggung pajak dapat mengacu, antara lain pada data akta pendirian dan/atau akta perubahan wajib pajak badan; pelaporan SPT tahunan dan/atau SPT masa; serta pengajuan upaya hukum wajib pajak.

Identifikasi dan profiling juga bisa mengacu pada dokumen pendukung yang menunjukkan kedudukan penanggung pajak sebagai: salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau yang mengurus harta peninggalan bagi harta warisan yang belum terbagi; wali bagi anak yang belum dewasa; dan pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan.

Lebih lanjut, surat edaran ini menjabarkan 4 langkah yang dapat dilakukan KPP untuk membuktikan dan meyakinkan bahwa penanggung pajak tersebut patut dimintai pertanggungjawaban atas utang pajak. Pertama, meminta informasi, keterangan dan/atau dokumen kepada pengurus baru maupun lama dari wajib pajak badan.

Kedua, meneliti pihak-pihak yang namanya tercantum dalam akta pendirian dan/atau akta perubahan wajib pajak badan, pengajuan upaya hukum wajib pajak, kepengurusan dalam pelaporan SPT Tahunan dan/atau SPT Masa.

Selain itu, KPP juga harus meneliti juga data terkait dengan kemampuan ekonomis, tingkat pendidikan, serta hubungan hukum dengan pihak-pihak lainnya. Ketiga, melakukan konfirmasi kebenaran data dan/atau dokumen kepada pihak ketiga seperti notaris, aparat penegak hukum, kelurahan dan pihak ketiga lainnya.

Keempat, melakukan pemeriksaan tujuan lain dalam rangka penagihan pajak. Hasil identifikasi dan profiling tersebut dituangkan dalam ikhtisar usulan pencegahan. KPP kemudian akan menyampaikan ikhtisar usulan pencegahan sebagai dokumen pelengkap dalam usulan gelar perkara ke Kanwil DJP.

Selain ikhtisar usulan pencegahan, usulan gelar perkara harus dilengkapi dengan sejumlah dokumen lain. Dokumen itu seperti: daftar sisa tagihan pajak; foto penanggung pajak yang dapat teridentifikasi dengan jelas; hasil penelusuran aset penanggung pajak; dan identitas penanggung pajak.

Berdasarkan usulan gelar perkara itu, Kanwil DJP akan melaksanakan gelar perkara pencegahan. Apabila berita acara hasil gelar perkara itu merekomendasikan tindakan penagihan dilanjutkan ke pencegahan, barulah KPP melakukan usulan pencegahan.

Usulan Pencegahan disampaikan oleh KPP kepada Dirjen Pajak c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (Direktur P2) dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP dengan melampirkan Berita Acara Gelar Perkara Pencegahan.

Sebagai informasi, pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pencegahan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang telah memenuhi persyaratan kuantitatif dan kualitatif. Syarat kuantitatif yang dimaksud, yakni mempunyai jumlah utang pajak paling sedikit Rp100 juta. Sementara itu, syarat kualitatif yang dimaksud, yaitu diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.