BERITA PAJAK HARI INI

Jutaan Data Bocor Diklaim Bukan dari Sistem Informasi Ditjen Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 23 September 2024 | 09.07 WIB
Jutaan Data Bocor Diklaim Bukan dari Sistem Informasi Ditjen Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Sebanyak 6 juta data wajib pajak yang diperjualbelikan oleh peretas di Breach Forum diklaim bukan berasal dari sistem informasi Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (23/9/2024). 

Merespons kebocoran data yang mencuat akhir-akhir ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan tidak ada indikasi yang menunjukkan adanya kebocoran sistem informasi DJP.

"Data log access dalam 6 tahun terakhir menunjukkan tidak adanya indikasi yang mengarah kepada kebocoran data langsung dari sistem informasi DJP," katanya.

Tak hanya itu, lanjut Dwi, struktur data yang tersebar juga bukan merupakan struktur data yang terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak.

DJP telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Kepolisian RI (Polri) untuk menindaklanjuti kebocoran data 6 juta wajib pajak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dwi pun mengimbau wajib pajak untuk menjaga keamanan data masing-masing dengan memperbarui antivirus, mengubah password secara berkala, dan tidak mengakses laman atau mengunduh file yang mencurigakan.

Dalam pemberitaan sebelumnya, terdapat 6 juta wajib pajak yang datanya bocor dan diperdagangkan oleh hacker bernama Bjorka di Breach Forum. Kabar tersebut pertama kali disampaikan oleh pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto.

"NPWP milik Jokowi, Gibran, Kaesang, Menkominfo, Sri Mulyani dan menteri-menteri lainnya juga dibocorkan di sampel yg diberikan oleh pelaku," sebut Teguh melalui akun X @secgron.

Data yang bocor antara lain NIK, NPWP, alamat, kode KLU, nama KPP, nama kanwil, nomor telepon, email, tempat tanggal lahir, tanggal terdaftar, status pengusaha kena pajak (PKP), hingga tanggal pengukuhan PKP.

Selain bahasan mengenai kebocoran data wajib pajak, ada pula pemberitaan menarik mengenai target pengumpulan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), penandatanganan STTR oleh Indonesia, hingga adanya modus penipuan baru yang mencatut otoritas pajak. 

Berikut ini ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Kemenkominfo Usut Dugaan Kebocoran Data WP

Kementerian Komunikasi dan Informatika masih mengusut dugaan dugaan kebocoran data pribadi wajib pajak. Data yang bocor ini melibatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Induk Kependudukan (NIK), hingga status wajib pajak. Totalnya ada lebih dari 6 juta data. 

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Prabu Revolusi menyampaikan pihaknya telah mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada DJP. Hal ini untuk memastikan apakah data tersebut benar dimiliki DJP atau bukan. 

Ketua Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja mengatakan kabar dugaan kebocoran data wajib pajak ini makin menggerus kredibilitas pemerintah dalam mengamankan kerahasiaan data pribadi masyarakat. Makin dibantah, menurutnya, justru kredibilitas pemerintah makin dipertaruhkan. (Harian Kompas)

Keterangan Resmi DJP Soal STTR

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandantangani Multilateral Convention to Facilitate the Implementation of the Pillar Two Subject to Tax Rule (MLI STTR) pada 19 September 2024. STTR adalah ketentuan yang diterapkan dengan basis perjanjian atas pembayaran intragrup seperti bunga, royalti, dan pembayaran tertentu lainnya termasuk jasa.

Dengan STTR, pembayaran intragrup harus dikenakan pajak dengan tarif minimum sebesar 9% di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen. Dalam hal tarif yang dikenakan di negara residen kurang dari 9%, negara sumber dapat mengenakan pajak tambahan.

"Bagi Indonesia, penandatanganan MLI STTR berpotensi meningkatkan penerimaan pajak. Dalam hal pembayaran tertentu yang bersumber dari Indonesia dikenai pajak dengan tarif kurang dari 9% di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen, Indonesia dapat mengenakan pajak tambahan," tulis DJP dalam keterangan resminya. (DDTCNews)

Usulan Tax Allowance di Masa Transisi Habisnya Tax Holiday

Kementerian Keuangan tengah mengkaji perpanjangan pemberian tax holiday. Namun, kebijakan ini masih perlu menunggu. Padahal periode tax holiday sendiri akan habis pada Oktober 2024. 

Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kementerian Perindustrian Binoni Tio A Napitupulu mengatakan, investor telah memberikan masukan untuk mengantisipasi habisnya tax holiday. Jenis usaha yang selama ini layak mendapatkan tax holiday bisa diberikan fasilitas tax allowance. Hal ini bisa diatur melalui revisi PP 78/2019.

"Harapan kami, ketika belum ada tax holiday, ya suruh saja dulu tax allowance," kata Binoni. (Kontan)

Rp500 Muliar di Tahun Pertama Cukai MBDK Berlaku

Badan Anggaran (Banggar) DPR menyatakan penetapan target penerimaan cukai dalam APBN 2025 telah mempertimbangkan rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).

Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan ekstensifikasi BKC akan dilakukan terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Namun, lanjutnya, pemerintah dan DPR masih memasang target penerimaan cukai MBDK yang kecil pada tahun pertama penerapannya.

"Masih awal, paling enggak lebih dari Rp400-Rp500 miliar yang bisa didapat karena kita masih mulai bertahap," katanya. (DDTCNews)

Modus Baru Penipuan Wajib Pajak

DJP meminta wajib pajak untuk mewaspadai modus-modus penipuan baru yang mengatasnamakan petugas pajak.

Menurut DJP, saat ini terdapat pihak yang berpura-pura menjadi petugas pajak yang kemudian meminta wajib pajak untuk melunasi tunggakan pajak dengan cara mengirimkan sejumlah uang ke rekening pribadi.

"Pelunasan tunggakan pajak hanya dilakukan ke kas negara melalui pembayaran kode billing, bukan ke rekening milik perorangan atau lembaga," kata Dwi Astuti. (DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.