Managing Partner of DDTC Consulting David Hamzah Damian (tengah), Associate Partner of DDTC Consulting Ganda Christian Tobing (kanan), dan Tax Expert CEO Office Atike Ritmelina Maharani (kiri).
JAKARTA, DDTCNews – Berlakunya PMK 177/2022 mengubah proses bisnis pemeriksaan bukti permulaan (bukper). Perubahan tersebut di antaranya adanya tahap klarifikasi potensi kerugian pada pendapatan negara dan pemberitahuan hasil pemeriksaan bukper.
Poin lain yang perlu disoroti adalah adanya wewenang pemeriksa bukti permulaan untuk mengakses dan/atau mengunduh data, informasi, dan bukti yang dikelola secara elektronik. Managing Partner of DDTC Consulting David Hamzah Damian menilai wewenang yang dimiliki pemeriksa dalam mengunduh data elektronik, dalam pelaksanaannya, perlu dibangun keseimbangan dengan hak dan kewajiban wajib pajak.
Sebagai contoh, terkait dengan kewenangan akses fiskus terhadap data, informasi, dan bukti yang dikelola secara elektronik, seharusnya dapat disesuaikan dengan dugaan atau indikasi tindak pidana perpajakan sesuai dengan tahun atau masa pajak yang tercantum pada surat perintah.
“Kenapa seperti itu, pada hukum pidana ada yang namanya tempus dan locus. Semestinya, tempus-nya sesuai dengan perintah, waktunya tahun pajak berapa. Ini yang perlu kita pastikan kesesuaiannya,” jelas David, dalam DDTC Exclusive Gathering: Tax Update 2024, dikutip pada Kamis (29/8/2024).
Associate Partner of DDTC Consulting Ganda Christian Tobing menambahkan perubahan proses bisnis pemeriksaan bukper juga terkait dengan kegiatan pengawasan melalui Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).
Dia menjelaskan ada kalanya pemeriksa turut mendampingi account representative (AR) dalam pembahasan SP2DK bersama wajib pajak. Pada momentum inilah, sambung Ganda, yang biasa disebut sebagai kolaborasi dengan kegiatan pengawasan oleh AR.
“Pesan yang ingin saya sampaikan adalah SP2DK bisa berlanjut sampai pemeriksaan bukper terutama apabila ditemukan data yang bersifat konkret. ini yang cukup berbahaya dan tricky untuk wajib pajak. Dan hal inilah yang kita tidak bisa ketahui secara pasti, mana yang masuk ke ranah pemeriksaan administrasi dan mana yang masuk ranah pemeriksaan bukper,” terang Ganda.
Ganda juga menjelaskan perubahan proses bisnis dalam pemeriksaan bukper kini membuatnya memiliki karakteristik yang mirip dengan pemeriksaan administrasi. Misalnya, adanya kewajiban wajib pajak memberikan bukti atau mempersilakan pemeriksa bukper untuk memasuki ruangan guna mengakses dan mengunduh data elektronik.
“Jadi, lagi-lagi kita tidak bisa memisahkan mana tindakan administrasi dan mana tindak pidana karena di dalam praktiknya sendiri antara pemeriksaan administrasi dan bukper juga memiliki karakteristik yang sama, baik kewenangan pemeriksa dan kewajiban wajib pajak,” ujarnya.
Terkait dengan data elektronik, Ganda menyinggung adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 83/PUU-XXI/2023. Pada dasarnya, putusan tersebut menambahkan frasa ‘sepanjang tidak ada upaya paksa’ dalam memberikan data dan bukti.
"Fokus dari frasa tersebut, terkait dengan kewajiban wajib pajak pada saat pemeriksaan bukper untuk memberikan data dan bukti. Itulah yang sampai sekarang belum ada tindak lanjut dari DJP atau Kemenkeu terkait putusan MK tersebut," pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut, David juga menyinggung pentingnya menyiapkan argumentasi berdasarkan analisis yuridis atas suatu transaksi. Dia menambahkan wajib pajak juga perlu membangun Enterprise Resource Planning (ERP) System For Tax Defense sehingga lebih siap dalam menghadapi pemeriksaan administrasi dan pemeriksaan bukper.
“Kalau ada transaksi yang menonjol harus ada defense file-nya dan analisis yuridisnya untuk menyimpulkan bahwa transaksi ini sudah oke dan itu tidak cukup 1 halaman. Dari regulasinya, konsekuensi kalau tidak memenuhi regulasi, apakah ada putusan pengadilan terkait transaksi serupa,” imbuhnya.
DDTC melaksanakan Exclusive Gathering sebagai rangkaian acara HUT ke-17, dengan mengundang 52 klien yang berasal dari berbagai sektor. Ke depan, gathering serta acara serupa akan digelar secara berkala oleh DDTC. Hal ini mengingat pelaksanaan satu kali acara belum dapat mencakup seluruh klien serta stakeholder lainnya.
Forum yang tidak terlalu besar tetapi dilakukan secara berkesinambungan diharapkan lebih efektif. Dengan demikian, seluruh klien serta stakeholder lainnya dapat memperoleh gambaran terkini perkembangan perpajakan dan upaya antisipasinya. (sap)