Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menargetkan penerimaan cukai akan mencapai Rp244,2 triliun pada 2025.
Dokumen Buku II Nota Keuangan 2025 menyatakan target ini naik 5,9% dari outlook penerimaan cukai tahun ini yang senilai Rp230,5 triliun. Kenaikan target cukai salah satunya mempertimbangkan rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).
"Optimalisasi penerimaan cukai akan dilakukan melalui ekstensifikasi cukai dalam rangka mendukung implementasi UU HPP," bunyi dokumen tersebut, dikutip pada Selasa (27/8/2024).
Dokumen ini menjelaskan kebijakan ekstensifikasi BKC akan dilaksanakan secara terbatas pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Pemerintah telah menyampaikan rencana pengenaan cukai MBDK kepada DPR pada awal 2020. Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun. Pada 2024, target penerimaan cukai MBDK ditetapkan senilai Rp4,38 triliun.
Cukai menjadi instrumen fiskal memiliki fungsi strategis, baik sebagai penghimpun penerimaan negara (revenue collector) maupun sebagai pengendali eksternalitas negatif. Oleh karena itu, dalam setiap perumusan kebijakan tarif cukai, Pemerintah perlu memperhatikan aspek-aspek yang dikenal 4 pilar kebijakan.
Keempatnya yaitu pengendalian konsumsi (aspek kesehatan), optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan industri, dan peredaran rokok ilegal.
Pada 2020, penerimaan cukai tumbuh 2,3% yang didorong oleh dampak limpahan pita cukai tahun sebelumnya dan capaian cukai pada etil alkohol yang meningkat seiring kebutuhan pembuatan produk sanitasi/disinfektan. Namun demikian, penerimaan cukai etil alkohol pada berikutnya stagnan karena penurunan permintaan etil alkohol akibat telah selesainya pandemi.
Selanjutnya, penerimaan cukai pada 2021 mampu tumbuh 10,9% seiring dengan tren konsumsi yang meningkat, penerapan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT), limpahan pelunasan pemesanan pita cukai, serta upaya penindakan BKC ilegal. Kondisi itu berlanjut pada 2022 ketika penerimaan cukai mampu tumbuh 16% seiring konsistensi pemerintah dalam penerapan kebijakan tarif CHT dan upaya pengendalian objek cukai ilegal, serta relaksasi pembatasan sosial.
Namun pada 2023, penerimaan cukai mengalami kontraksi 2,2%, terutama disebabkan penurunan produksi hasil tembakau sigaret kretek mesin (SKM) golongan I dan sigaret putih mesin (SPM) golongan I.
"Pada tahun 2024, penerimaan cukai diperkirakan akan kembali tumbuh 3,9% seiring dengan upaya pengawasan dan penindakan barang kena cukai (BKC) ilegal," tulis pemerintah dalam Nota Keuangan 2025. (sap)