Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengecualikan sejumlah pihak dari kewajiban untuk memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Pengecualian tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2018.
Undang-Undang (UU) Kepabeanan dan PMK 66/2018 sebenarnya mewajibkan setiap orang yang menjalankan kegiatan usaha terkait dengan produksi, penyimpanan, impor, penyaluran dan penjualan eceran barang kena cukai (BKC) untuk memiliki izin berupa NPPBKC.
“NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai,” bunyi Pasal 1 angka 3 PMK 66/2018.
Adapun kewajiban memiliki NPPBKC sebagai penyalur atau pengusaha tempat penjualan eceran (TPE) hanya berlaku untuk BKC berupa etil alkohol atau minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Namun, berdasarkan PMK 66/2018, ada 6 pihak yang dikecualikan dari kewajiban memiliki NPPBKC.
Pertama, orang yang membuat tembakau iris dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan.
Namun, ada syarat yang harus dipenuhi, yakni, dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau; dan/atau pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati atau dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau yang sejenis dengan itu.
Kedua, orang yang membuat MMEA yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan. Ada 4 ketentuan yang harus dipenuhi, yakni, dibuat oleh rakyat di Indonesia; pembuatannya dilakukan secara sederhana dengan menggunakan peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan produksinya tidak melebihi 25 liter per hari; semata-mata untuk mata pencaharian; dan tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Ketiga, orang yang membuat etil alkohol, dalam hal dibuat oleh rakyat di Indonesia, pembuatannya dilakukan secara sederhana yang produksinya tidak melebihi 30 liter per hari, dan semata-mata untuk mata pencaharian.
Keempat, orang yang mengimpor barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai. Kelima, pengusaha tempat penjualan eceran etil alkohol yang jumlah penjualannya paling banyak 30 liter per hari.
Keenam, pengusaha tempat penjualan eceran minuman mengandung etil alkohol dengan kadar paling tinggi 5%. Dengan demikian, keenam pihak tersebut tidak perlu mengantongi NPPBKC untuk menjalankan kegiatan usahanya. (sap)