Ilustrasi. sumber: DJBC
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menepis anggapan bahwa barang impor yang masuk red line pasti akan dikenai pajak yang lebih tinggi.
Menurut bea cukai, barang yang masuk red line atau jalur merah berarti dilakukan pemeriksana fisik atas barang dan penelitian dokumen. Penetapan jalur atas barang impor dilakukan berdasarkan beberapa aspek, di antaranya profil atas operator ekonomi, profil komoditas, pemberitahuan pabean, metode acak, dan/atau informasi intelijen.
"Jika nilai yang dilaporkan pada dokumen impor sudah sesuai dengan pemeriksaan, maka penetapan pajak tetap menggunakan nilai yang dilaporkan. Tidak ada hubungan antara 'red line' dan 'pajak yang dimahalin'," tulis contact center DJBC saat merespons pertanyaan netizen, Jumat (26/7/2024).
Untuk memastikan status barang, importir bisa mengecek melalui beacukai.go.id/barangkiriman.
Barang yang masuk red line, secara umum, memang membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai ke tempat tujuan. Alasannya, tentu saja karena ada pemeriksaan fisik. Namun, barang yang lama sampai bukan berarti selalu disebabkan barang masuk red line.
Beberapa contoh barang yang kriterianya masuk ke jalur merah adalah hewan, ikan, dan/atau tumbuhan; narkotika, psikotropika, prekursor, obat-obatan, senjata api, sengaja angin, dan amunisi; uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain dengan nilai paling sedikit Rp100 juta; hingga barang impor yang dibawa oleh penumpang atau barang impor yang dibawa oleh awak sarana pengangkut selain barang pribadi.
DJBC juga mengingatkan kembali bahwa setiap pemeriksaan fisik barang kiriman yang dilakukan oleh pejabat bea cukai, dibuka, disaksikan, dan dirapikan kembali oleh penyelenggara pos atau jasa kiriman yang digunakan importir. (sap)