Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pada kondisi tertentu, Ditjen Pajak (DJP) bisa melakukan penagihan pajak seketika dan sekaligus. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).
Adapun penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. Tindakan ini bisa dilakukan untuk menagih seluruh utang pajak yang mencakup semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
“Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya ,berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan,” bunyi Pasal 1 UU PPSP, dikutip pada Selasa (23/7/2024).
Melalui tindakan penagihan pajak seketika dan sekaligus, DJP bisa melaksanakan penagihan pajak meski belum melewati tanggal jatuh tempo. Hal ini berbeda dengan mekanisme penagihan umum yang baru dilakukan setelah adanya surat teguran dan surat paksa.
Sebagai informasi, surat teguran diterbitkan apabila wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya setelah lewat 7 hari sejak tanggal jatuh tempo pembayaran. Menyusul setelahnya, surat paksa akan diterbitkan apabila lewat waktu 21 hari sejak disampaikannya surat teguran.
Secara umum, tanggal jatuh tempo pembayaran adalah 1 bulan sejak surat yang menjadi dasar penagihan diterbitkan. Surat yang dapat jadi dasar penagihan di antaranya surat tagihan pajak (STP), surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), SKPKB tambahan (SKPKBT), surat keputusan keberatan, dan putusan banding/peninjauan kembali.
Dengan demikian, penagihan seketika dan sekaligus dapat dilakukan meski tanggal jatuh tempo pembayaran pada surat yang menjadi dasar penagihan belum terlampaui. Penagihan seketika dan sekaligus juga dapat dilaksanakan tanpa melalui surat teguran ataupun surat paksa.
Pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus ditujukan untuk mencegah adanya utang pajak yang tidak dapat ditagih. Namun, pelaksanaannya tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang melainkan harus memenuhi kondisi tertentu.
Perincian ketentuan penagihan seketika dan sekaligus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar (PMK 61/2023). Berdasarkan Pasal 12 PMK 61/2023, ada 6 kondisi yang membuat penagihan seketika dan sekaligus dapat dilakukan.
Pertama, penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu. Kedua, penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai untuk menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia.
Ketiga, terdapat tanda-tanda bahwa badan akan dibubarkan, digabungkan, dimekarkan, dipindahtangankan, atau dilakukan perubahan bentuk lainnya. Keempat, badan akan dibubarkan oleh negara. Kelima, terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga. Keenam, terdapat tanda-tanda kepailitan.
Adapun penagihan seketika dan sekaligus dilaksanakan oleh juru sita pajak. Juru sita melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan surat perintah yang diterbitkan oleh pejabat. Hal yang perlu diperhatikan, penagihan seketika dan sekaligus dilakukan terhadap penanggung pajak.
Dengan demikian, konteks pihak yang disasar dalam penagihan lebih luas dari wajib pajak. Adapun penanggung pajak adalah orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (sap)