JAKARTA, DDTCNews – Pengusaha kena pajak (PKP) berhak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan atas perolehan barang kena pajak (BKP)/jasa kena pajak (JKP). Namun, terdapat beberapa kriteria perolehan BKP/JKP yang tidak dapat dikreditkan pajak masukannya.
Penjelasan tersebut disampaikan Kring Pajak saat merespons pertanyaan dari seorang warganet. Pengecualian pengkreditan pajak masukan tersebut tersebar di beberapa pasal pada UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.
“PKP bisa mengkreditkan faktur pajak sepanjang tidak termasuk dalam pajak masukan yang tak dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (8), Pasal 9A ayat (2) dan Pasal 16 B ayat (3) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP,” jelas Kring Pajak di media sosial, Jumat (19/7/2024).
Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) UU PPN, pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 9A ayat (2) UU PPN, pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang berhubungan dengan penyerahan oleh PKP tertentu tidak dapat dikreditkan.
PKP tertentu yang dimaksud ialah PKP yang:
dapat memungut dan menyetorkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP dengan besaran tertentu.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 16 B ayat (3) UU PPN, pajak masukan yang dibayar atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan.
Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN tersebut antara lain:
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sebagai informasi, pajak masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan/atau impor BKP. (rig)