Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan meluncurkan aplikasi e-faktur desktop versi 4.0 pada akhir pekan ini, yakni Sabtu (20/7/2024). Karenanya, penggunaan aplikasi e-faktur desktop versi 3.2 hanya bisa digunakan hingga versi terbaru diluncurkan nanti. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (15/7/2024).
Untuk mempersiapkan peluncuran e-faktur desktop terbaru, DJP akan melakukan waktu henti atau downtime layanan e-faktur desktop, e-faktur web based, dan e-nofa pada 20 Juli 2024 pukul 09.00 WIB hingga 19.00 WIB. Sebelum akhir pekan ini, Pengusaha Kena Pajak (PKP) diminta melakukan backup database e-faktur untuk mencegah terjadinya corrupt.
"Aplikasi e-faktur desktop versi v.3.2 tidak dapat digunakan lagi sejak aplikasi e-faktur desktop versi v.4.0 diluncurkan," sebut DJP dalam pengumuman resminya.
Backup database faktur dilakukan dengan menyalin folder db di aplikasi e-faktur versi 4.0 dan memindahkannya ke folder aplikasi e-faktur desktop 4.0.
PKP sebenarnya sudah bisa mengunduh aplikasi e-faktur desktop versi 4.0 sejak 12 Juli 2024 lalu. Hanya saja, PKP diimbau untuk tidak menggunakan aplikasi e-faktur desktop versi 4.0 sampai dengan berakhirnya waktu henti.
Dengan kata lain, aplikasi yang digunakan oleh PKP hingga 20 Juli 2024 saat downtime berakhir, adalah e-faktur desktop versi 3.2.
Selain bahasan tentang update aplikasi e-faktur, ada pula ulasan mengenai perluasan layanan pajak yang menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), fenomena downtrading pada konsumsi rokok, serta progres terkini seleksi hakim agung pajak.
Ketika aplikasi e-faktur desktop versi 4.0 resmi digunakan pada 20 Juli 2024, PKP yang merupakan wajib pajak orang pribadi diharapkan telah melakukan pemadanan NIK sebagai NPWP.
Nantinya, e-faktur versi terbaru bisa mengakomodasi NPWP 16 digit. Pemadanan NIK-NPWP oleh PKP diharapkan bisa memperlancar implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP di seluruh layanan administrasi pajak. (DDTCNews)
DJP menambah layanan pajak yang bisa diakses menggunakan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU).
Merujuk pada Pengumuman Nomor PENG-18/PJ.09/2024, terdapat 21 layanan pajak yang dapat diakses oleh wajib pajak dengan menggunakan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU mulai 12 Juli 2024.
Kendati NIK, NPWP 16 digit, dan NITKU sudah dapat digunakan untuk 21 layanan di atas, wajib pajak tetap dapat mengakses layanan-layanan pajak tersebut dengan menggunakan NPWP 15 digit yang telah diterbitkan sebelumnya. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan fenomena peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) menjadi salah satu penyebab kontraksi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun ini.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan fenomena downtrading terjadi sebagai implikasi dari kenaikan tarif cukai rokok. Di tengah situasi tersebut, DJBC berupaya memperkuat pengawasan terhadap rokok ilegal agar tidak makin menggerus penerimaan negara.
Downtrading menjadi fenomena ekonomi ketika konsumen beralih pada produk rokok yang lebih murah. Perubahan perilaku konsumsi tersebut pada akhirnya turut memengaruhi penerimaan CHT. (DDTCNews)
Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama 9 calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lolos seleksi, termasuk di antaranya 3 CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
CHA TUN khusus pajak yang lolos seleksi antara lain Auditor Utama Inspektorat II Kemenkeu Diana Malemita Ginting, Hakim Pengadilan Pajak L.Y. Hari Sih Advianto, dah Hakim Pengadilan Pajak Tri Hidayat Wahyudi.
Selanjutnya, DPR akan melakukan fit and proper test terhadap para CHA tersebut. CHA yang dinyatakan lolos fit and proper test oleh Komisi III DPR akan mendapatkan persetujuan untuk menjadi hakim agung melalui rapat paripurna DPR. (DDTCNews)
Kontraksi penerimaan pajak yang berlangsung selama paruh pertama 2024 dinilai menjadi alarm bahaya bagi pemerintah. Pemerintah dinilai perlu menyiapkan langkah mitigasi utnuk menekan pelebaran defisit anggaran melalui diversifikasi penerimaan nonpajak.
Penerimaan pajak sepanjang semester I/2024 tercatat Rp893,8 triliun atau 44,9% dari target yang ditetapkan, yakni Rp1.988,9 triliun. Angka itu turun 7,9% jika dibandingkan dengan kinerja tahun lalu.
Kontraksi penerimaan pajak ini, utamanya, disebabkan oleh anjloknya harga komoditas seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batu bara. (Koran Tempo) (sap)