Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memilih untuk berhati-hati dan memberi ruang bagi semua pihak untuk menjalankan pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Integrasi penuh NIK-NPWP akan dilakukan secara bertahap. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (1/7/2024).
Ada alasan yang membuat penggunaan NIK sebagai NPWP belum akan dijalankan secara penuh dalam beberapa waktu ke depan. Kepala Kanwil DJP Kalimantan Barat Inge Diana Rismawanti mengatakan integrasi penuh NIK-NPWP baru akan berjalan berbarengan dengan implementasi coretax administration system (CTAS).
"Jadi, dalam beberapa waktu ke depan, kami tidak akan saklek mengenakan [NPWP] 16 digit ini, tapi akan ada waktu di satu titik ketika coretax diterapkan maka 16 digit NIK yang digunakan sebagai NPWP," kata Inge.
Selain menunggu kesiapan coretax, lanjut Inge, penggunaan NIK sebagai NPWP akan dilaksanakan secara gradual dalam rangka memastikan para wajib pajak telah siap mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Karena masih diberi waktu, wajib pajak pun diminta untuk tetap melakukan pemadanan NIK-NPWP. Harapannya, ketika integrasi penuh NIK-NPWP berjalan nanti, tidak ada wajib pajak yang terkendala dalam mengakses layanan administrasi perpajakan. Pasalnya, data yang dimasukkan nanti adalah NIK, bukan NPWP seperti sekarang.
Selain bahasan tentang pemberlakuan NIK sebagai NPWP, ada pula pemberitaan lainnya tentang uji coba coretax system, kebijakan diskon PPN rumah ditanggung pemerintah (DTP), pembaruan aplikasi e-bupot, serta isu tentang keamanan data perpajakan.
DJP meminta wajib pajak badan mulai mempersiapkan diri untuk menggunakan NIK sebagai NPWP dalam urusan administrasi perpajakan karyawannya. Perusahaan diimbau untuk membantu proses pemadanan NIK-NPWP pegawai atau setidaknya memberi pendampingan bagi pegawai.
Selain itu, pemberi kerja juga diminta mulai menyesuaikan aplikasi yang digunakan untuk kegiatan usahanya, terutama aplikasi yang dapat menerima NPWP 16 digit.
"Yang namanya coretax system dapat berjalan lancar seandainya pemadanan NIK-NPWP sudah dijalankan dengan benar. Termasuk WP badan sudah menyesaikan aplikasi yang digunakan untuk usahanya," kata Inge. (DDTCNews)
DJP akan melakukan uji coba integrasi sistem kepada sejumlah wajib pajak.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sebelum coretax administration system diluncurkan, otoritas perlu melakukan system integration testing (SIT).
“Mungkin di beberapa minggu atau bulan ke depan, kami akan mencoba … kepada beberapa kelompok wajib pajak. Apakah memang dengan sistem yang terintegrasi ini membuat wajib pajak sulit atau tidak kira-kira,” ujar Suryo. (DDTCNews)
Penyerahan rumah atau unit rumah susun kepada orang pribadi yang dilakukan pada Juli hingga Desember 2024 hanya diberikan fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 50%, bukan 100% seperti bulan ini.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 7/2024, fasilitas diberikan atas PPN yang terutang atas bagian dasar pengenaan pajak Rp2 miliar untuk rumah dengan harga jual maksimal senilai Rp5 miliar.
Fasilitas PPN DTP dapat dimanfaatkan oleh orang pribadi hanya atas perolehan 1 rumah tapak atau 1 unit rumah susun, tidak lebih. (DDTCNews)
DJP kembali memperbarui aplikasi e-bupot PPh Pasal 21/26. Terdapat 1 fitur baru dalam aplikasi e-bupot PPh Pasal 21/26 versi 2.0, yaitu pendistribusian bukti potong PPh Pasal 21 secara otomatis.
Setelah pemotong membuat bukti potong PPh Pasal 21 lewat e-bupot 21/26, bukti potong akan langsung didistribusikan secara otomatis kepada pihak yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21. Bukti potong bisa diakses pihak yang dipotong lewat akun DJP Online masing-masing.
"Pemotong tidak perlu repot lagi mencetak atau mengirimkan secara manual bukti potong dimaksud ke pihak yang dipotong," tulis DJP dalam buku Petunjuk Penggunaan Aplikasi e-Bupot 21/26 (Versi 2.0). (DDTCNews)
DJP mengungkapkan dampak serangan ransomware ke Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) terhadap layanan pajak. DJP menyatakan setelah melakukan pengecekan, data-data terkait pajak dijamin aman.
Meski demikian, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan serangan terhadap PDNS tersebut sempat menghambat sejumlah layanan pajak. Hambatan itu, kata dia, terjadi pada layanan registrasi daring untuk Wajib Pajak Penanaman Modal Asing (PMA) dan Wajib Pajak orang asing.
Dwi mengatakan dalam proses registrasi untuk WP PMA dan orang asing, DJP perlu memvalidasi data nomor paspor pada layanan imigrasi. Namun, dalam serangan ke PDNS tersebut, data-data terkait imigrasi terdampak sehingga DJP tak bisa mengaksesnya. (CNBC Indonesia) (sap)