Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati saat memberikan paparan terkait dengan penerimaan bea dan cukai hingga Mei 2024.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Mei 2024 senilai Rp109,1 triliun. Realisasi ini setara 34% dari target pada APBN 2024 senilai Rp321 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan bea dan cukai turun 7,8% dari periode yang sama tahun lalu. Menurutnya, kontraksi penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut dipengaruhi oleh penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) dan bea masuk.
"[Realisasi penerimaan] bea dan cukai Rp109,1 triliun atau juga kontraksi 7,8%," katanya, dikutip pada Jumat (28/6/2024).
Sri Mulyani menuturkan realisasi penerimaan bea masuk hingga Mei 2024 senilai Rp20,3 triliun atau setara dengan 35,4% dari target. Realisasi ini mengalami penurunan sebesar 0,5% dari periode yang sama tahun lalu.
Kontraksi terjadi karena penurunan tarif efektif bea masuk dari 1,46% menjadi 1,34% dan penurunan nilai impor sebesar 0,4%. Selain itu, terdapat penurunan penerimaan dari komoditas utama seperti gas alam, kendaraan roda 4, suku cadang kendaraan, serta besi/baja lembaran.
Untuk cukai, lanjut Sri Mulyani, realisasi penerimaannya mencapai Rp81,1 triliun atau 33% dari target. Realisasi penerimaan cukai ini turun 12,6% dikarenakan setoran cukai hasil tembakau atau rokok yang merosot.
Menurutnya, setoran cukai rokok menurun disebabkan fenomena peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah. Hal ini tecermin dari produksi rokok golongan 1 dengan tarif cukai tinggi yang merosot. Sebaliknya, produksi rokok golongan 2 dan 3 justru meningkat.
"Karena perbedaan tarif dari cukai untuk barang-barang produksi hasil tembakau, terutama golongan 3 yang sangat rendah ketimbang golongan 1 dan 2 sehingga produsen mengalami shifting," ujar Sri Mulyani.
Selain itu, kontraksi penerimaan cukai rokok juga disebabkan tarif efektif yang mengalami penurunan seperti 2023, serta kebijakan relaksasi penundaan pelunasan cukai.
Di sisi lain, Sri Mulyani menyebut realisasi penerimaan bea keluar hingga Mei 2024 mencapai Rp7,7 triliun atau setara dengan 43,9% dari target. Realisasi tersebut tercatat tumbuh 49,6% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan penerimaan tersebut utamanya karena penerimaan bea keluar tembaga yang mencapai Rp6,13 triliun, melonjak sebesar 1.135%. Hal ini terjadi sejalan dengan kebijakan relaksasi ekspor tembaga atau mineral.
Sebaliknya, penerimaan bea keluar dari kelapa sawit justru turun 67,6%. Kondisi ini disebabkan harga CPO rata-rata turun 9,32%. Selain itu, volume ekspor produk sawit juga mengalami penurunan 9,68% dari 15,6 juta ton menjadi 14,1 juta ton.
"Dalam hal ini harganya turun, volume ekspor kita juga turun. Ini yang menyebabkan dari sawit kita mengalami penurunan yang sangat dalam," tutur Sri Mulyani. (rig)