Ilustrasi. Pekerja mengoperasikan alat berat saat menyelesaikan pembangunan proyek MRT fase 2A CP201 Stasiun Thamrin dan Monas serta jalur sepanjang 1,96 kilometer di Jakarta, Kamis (20/6/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa.
JAKARTA, DDTCNews – Dasar pengenaan pajak (DPP) atas jasa konstruksi ditetapkan sebesar jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran, tidak termasuk PPN, yang merupakan bagian dari nilai kontrak jasa konstruksi.
Kring Pajak menjelaskan nilai kontrak jasa konstruksi ialah nilai yang tercantum atau seharusnya tercantum dalam kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan. Dari pengertian tersebut, DPP atas jasa konstruksi tergantung dari kontraknya.
“Bila dalam satu kontrak tersebut terdapat nilai atas material maka nilai tersebut termasuk dalam DPP atas jasa konstruksi (nilai keseluruhan dalam 1 kontrak jasa konstruksi),” sebut Kring Pajak di media sosial, Jumat (21/6/2024).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 51/2008, penyediaan jasa konstruksi dikenai PPh final. Merujuk pada pasal 5 ayat (1) huruf a, PPh final atas jasa konstruksi dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran jika pengguna jasa merupakan pemotong pajak.
Sementara itu, bila pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak maka PPh final tersebut disetor sendiri oleh penyedia jasa. Dalam PP 51/2008, terdapat 2 formula penghitungan PPh final atas jasa konstruksi yang dipotong atau disetor sendiri tersebut.
Pertama, jumlah pembayaran, tidak termasuk PPN, dikalikan dengan tarif PPh final. Kedua, jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk PPN, dikalikan dengan tarif PPh final dalam hal PPh disetor sendiri oleh penyedia jasa.
Berdasarkan PP 51/2008 s.t.d.t.d PP 9/2022, terdapat 7 tarif PPh final atas usaha jasa konstruksi.