JAKARTA, DDTCNews – Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak dianggap sebagai objek pajak.
Dalam bagian penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf e UU Pajak Penghasilan (PPh), pengembalian pajak (restitusi) yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung penghasilan kena pajak merupakan objek pajak.
“Sebagai contoh, pajak bumi dan bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian itu merupakan penghasilan,” bunyi penggalan ayat penjelas UU PPh, dikutip pada Rabu (19/6/2024).
Lebih lanjut, beban pajak yang dapat dibebankan dapat merujuk pada Pasal 6 ayat (1) UU PPh yang mengatur jenis biaya apa saja yang dapat dijadikan sebagai pengurang dalam menghitung penghasilan kena pajak.
Pajak yang menjadi beban perusahaan karena usahanya selain pajak penghasilan tersebut antara lain seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), bea meterai, pajak hotel, atau pajak restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
Sebagai informasi, UU PPh menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam UU PPh ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis.
Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: