DITJEN PAJAK

Coretax DJP, Momentum Ditjen Pajak Punya Sifat Digital Native Ini

Redaksi DDTCNews
Rabu, 05 Juni 2024 | 14.45 WIB
Coretax DJP, Momentum Ditjen Pajak Punya Sifat Digital Native Ini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pengembangan coretax administration system (CTAS) menjadi momentum bagi Ditjen Pajak (DJP) menjadi future state organization.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan dalam konsep future state organization, ada transformasi menuju institusi yang berbasis teknologi digital.

Coretax ini akan me-lead organisasi menjadi future state organization. Jadi, kami juga ingin DJP itu punya empat sifat atau digital native,” ujarnya dalam sebuah webinar, dikutip pada Rabu (5/6/2024).

Keempat aspek digital native yang dimaksud adalah, pertama, berinovasi dengan kecepatan yang jauh lebih besar dibandingkan bisnis tradisional. Dalam aspek ini, menurut Iwan, harus ada kesadaran bahwa inovasi merupakan sebuah kebutuhan.

“Bukan lagi suatu hal yang baru. Inovasi itu memang kebutuhan karena teknologi disruptif, wajib pajak berubah, dinamika bisnis sangat cepat. Jadi, inovasi itu yang coba kita bangun selain kita bangun sistem,” katanya.

Kedua, merangkul risiko sambil terus belajar dan beradaptasi. Para pegawai DJP tidak bisa menghindari risiko karena ada tujuan majunya institusi. Dalam konteks ini, Iwan mengatakan manajemen risiko harus kuat.

“Sistem juga bisa membantu orang-orang DJP bisa merangkul risiko. Yang paling penting itu harus dibantu dengan sistem,” imbuhnya.

Ketiga, berorientasi pada kebutuhan masyarakat atau customer-centric serta sumber daya manusia yang berdaya guna. Keempat, mendorong operasional yang efisien, sumber pendapatan baru, serta loyalitas customer melalui penggunaan teknologi dan data.

Dalam konteks teknologi dan data, Iwan menjabarkan adanya pemanfaatan artificial intelligence (AI), penggunaan data analytic yang maju, serta pemanfaatan graph database untuk pendeteksian adanya fraud.

Iwan juga memberi contoh penggunaan teknologi dan data juga bisa diakselerasi untuk kasus-kasus transfer pricing. Ada kemungkinan otoritas mencari arm’s length price dan hubungan Istimewa dengan menggunakan graph database.

“Ini akan dikembangkan terus. Sehingga yang kita harapkan kultur yang akan dibangun adalah believing then seeing. Sebab kalau kita seeing then believing, kita akan selalu ketinggalan. Kami harus di depan. Jangan sampai ketinggalan,” kata Iwan. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.