DEVISA HASIL EKSPOR SUMBER DAYA ALAM

Langgar Aturan DHE SDA, DJBC Blokir Layanan Ekspor untuk 50 Perusahaan

Dian Kurniati
Selasa, 28 Mei 2024 | 13.00 WIB
Langgar Aturan DHE SDA, DJBC Blokir Layanan Ekspor untuk 50 Perusahaan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mencatat terdapat 50 perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri hingga 26 Mei 2024.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan DJBC telah mengenakan sanksi berupa penangguhan layanan atau blokir ekspor terhadap 50 perusahaan tersebut. Penangguhan dilaksanakan berdasarkan rekomendasi Bank Indonesia (BI).

"Tentunya ini kami harap makin menurun. Sebab, sebelumnya sudah 20-an perusahaan yang sudah memenuhi kewajiban sehingga BI merekomendasikan untuk membuka blokirnya," katanya, dikutip pada Selasa (28/5/2024).

PP 36/2023 telah mewajibkan eksportir untuk menempatkan DHE SDA dalam rekening khusus paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan sejak penempatan di rekening khusus. Kebijakan ini berlaku sejak 1 Agustus 2023.

Kewajiban tersebut berlaku terhadap eksportir yang memiliki DHE SDA dengan nilai ekspor pada pemberitahuan pabean ekspor (PPE) minimal US$250.000 atau nilai yang setara. DHE yang wajib dipulangkan di Indonesia mencakup 4 sektor SDA yakni pertambangan, perikanan, perhutanan, dan perkebunan.

Terhadap eksportir yang tidak patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri, bakal disanksi penangguhan layanan ekspor berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Melalui PMK 73/2023, DJBC ditugaskan untuk melaksanakan penangguhan pelayanan ekspor sesuai dengan hasil pengawasan BI dan OJK. DJBC akan mencabut pengenaan sanksi penangguhan layanan ekspor jika hasil pengawasan BI dan OJK menunjukkan eksportir telah memenuhi kewajibannya.

Penangguhan layanan ekspor merupakan pemblokiran terhadap akses yang diberikan kepada eksportir untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan ekspor, baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.

"Tentunya kami terus memantau dan men-support asesmen dari BI mengenai kebijakan ini," ujar Askolani. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.