Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB) menjadi salah satu jenis pajak yang harus dibayarkan saat memperoleh tanah dan/atau bangunan.
Pajak yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota ini tidak hanya dikenakan atas pembelian tanah dan/atau bangunan. Lebih luas dari itu, pajak ini menyasar beragam bentuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
“Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.” bunyi Pasal 1 angka 38 UU HKPD, dikutip pada Sabtu (11/5/2024).
Secara lebih terperinci, BPHTB di antaranya menyasar pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, dan pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan.
Selain itu, pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan juga bisa berasal dari penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, atau hadiah.
Namun, tidak semua perolehan hak atas tanah dan/bangunan dikenakan BPHTB. Sebab, pemerintah telah mengatur 8 jenis perolehan hak yang dikecualikan dari BPHTB. Pengecualian tersebut diantaranya diberikan atas wakaf dan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Simak Update 2024, Apa Itu BPHTB?
Adapun ketentuan saat terutangnya BPHTB bervariasi tergantung pada jenis transaksi atau asal perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dari jual beli, BPHTB terutang pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
Namun, dalam hal jual beli tanah dan/atau bangunan tidak menggunakan PPJB maka saat terutang BPHTB untuk jual beli adalah pada saat ditandatanganinya akta jual beli (AJB). Hal ini berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) 35/2023.
Selanjutnya, untuk putusan hakim maka akan terutang pada tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Lalu, untuk waris akan terutang pada tanggal penerima waris atau yang diberi kuasa oleh penerima waris mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan.
Kemudian, untuk pemberian hak baru di luar pelepasan hak, akan terutang pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak. Lalu, untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, terutang pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
Selanjutnya, untuk hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan/atau hadiah, akan terutang pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
Terakhir, untuk lelang akan terutang pada tanggal penunjukan pemenang lelang. Ketentuan lebih lanjut mengenai BPHTB dapat disimak dalam UU HKPD, PP 35/2023, dan peraturan daerah masing-masing. (sap)