PMK 172/2023

PKKU Transaksi Penggunaan Harta Tidak Berwujud, Perlu Pembuktian Ini

Redaksi DDTCNews
Senin, 22 Januari 2024 | 11.51 WIB
PKKU Transaksi Penggunaan Harta Tidak Berwujud, Perlu Pembuktian Ini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNewsPMK 172/2023 memuat ketentuan mengenai tahapan pendahuluan untuk transaksi terkait dengan penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud.

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (5) PMK 172/2023, penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) atau arm's length principle (ALP) untuk transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu harus dilakukan dengan tahapan pendahuluan dan tahapan pada Pasal 4 ayat (4).

“Transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu … meliputi … transaksi terkait penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (6) huruf b PMK 172/2023, dikutip pada Senin (22/1/2024).

Berdasarkan pada Pasal 13 ayat (3) PMK 172/2023, tahapan pendahuluan untuk transaksi terkait penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud meliputi pembuktian atas:

  • keberadaan (eksistensi) harta tidak berwujud;
  • jenis harta tidak berwujud;
  • nilai harta tidak berwujud;
  • pihak yang memiliki harta tidak berwujud secara legal;
  • pihak yang memiliki harta tidak berwujud secara ekonomis;
  • penggunaan atau hak untuk menggunakan harta tidak berwujud;
  • pihak-pihak yang berkontribusi dan melakukan aktivitas pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, proteksi, dan eksploitasi (development, enhancement, maintenance, protection, and exploitation) atas harta tidak berwujud; dan
  • manfaat ekonomis yang diperoleh pihak yang menggunakan harta tidak berwujud.

Adapun tahapan pendahuluan meliputi pembuktian atas manfaat itu berupa peningkatan penjualan, penurunan biaya, perlindungan atas posisi komersial, atau pemenuhan kebutuhan kegiatan komersial lainnya. Hal ini termasuk untuk kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

“Dalam hal wajib pajak tidak dapat membuktikan transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu berdasarkan tahapan pendahuluan …, transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tersebut tidak memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha,” bunyi penggalan Pasal 14 PMK 172/2023.

Sebagai informasi kembali, PMK 172/2023 kembali mempertegas definisi hubungan istimewa yang sebelumnya telah diperluas dalam PP 55/2022. Selain itu, PMK 172/2023 memperluas cakupan transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PMK 172/2023, hubungan istimewa merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan satu pihak dengan pihak lainnya yang disebabkan oleh: kepemilikan atau penyertaan modal; penguasaan; atau hubungan keluarga sedarah atau semenda.

“Keadaan ketergantungan atau keterikatan antara satu pihak dan pihak lainnya … merupakan keadaan satu atau lebih pihak, mengendalikan pihak yang lain atau tidak berdiri bebas, dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan,” bunyi Pasal 2 ayat (3) PMK 172/2023. Simak ‘PMK 172 Tahun 2023 Perbarui Ketentuan Mengenai Hubungan Istimewa’. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.