Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni (kanan) dalam webinar Simplified Income Tax Management: Leveraging Effective Tax Rate (TER) Strategies yang digelar Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Selasa (9/1/2024).
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan penggunaan tarif efektif sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2023 dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 tidaklah bersifat opsional.
Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan pemotongan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap untuk masa pajak Januari - November dihitung menggunakan tarif efektif bulanan. Pemotongan PPh Pasal 21 pada Desember dihitung menggunakan tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
"Meski ada 2 jenis tarif, kedua jenis tarif ini sudah diatur sedemikian rupa dan harus diikuti sebagai pedoman pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan wajib pajak orang pribadi. Ini bukan opsional, ini ketentuan baru yang harus kita pedomani bersama," katanya, Selasa (9/1/2024).
Bila pemotongan PPh Pasal 21 tetap dilakukan menggunakan skema penghitungan yang lama, wajib pajak pemotong PPh Pasal 21 berpotensi dikenai sanksi administratif apabila penggunaan rumus lama tersebut menimbulkan kurang potong.
"Atas kekurangan pemotongan itu ada sanksinya yang melekat kepada pihak yang wajib melakukan pemotongan. Apabila pemanfaatan tarif yang beda dari yang diatur ini menyebabkan kekurangan pemotongan, tentu ada sanksinya," ujar Dian.
Dian menambahkan DJP akan segera menerbitkan aplikasi baru untuk mendukung pelaksanaan penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023.
"Jadi sudah dikunci dengan aturan yang baru, tidak memungkin juga bagi wajib pajak untuk pakai cara yang lama. Jadi mari kita berpindah ke cara baru yang lebih sederhana, nanti ada alat barunya pula," tuturnya.
Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, aplikasi baru tersebut akan menggantikan e-SPT Masa PPh Pasal 21/26. Rencananya, aplikasi tersebut sudah bisa mulai digunakan untuk pelaporan SPT Masa Januari 2024.
"Nanti ada perdirjen (peraturan dirjen pajak) baru yang akan mengatur terkait dengan pelaporan SPT Pasal 21 yang menggantikan e-SPT yang sudah ada, dengan versi web," kata Dian.
Sebagai informasi, penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap masa pajak Januari hingga November dilakukan menggunakan tarif efektif bulanan kategori A, B, dan C sebagaimana tercantum dalam Lampiran PP 58/2023.
Tarif efektif bulanan kategori A diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).
Tarif efektif bulanan kategori B diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2).
Kemudian, tarif efektif bulanan kategori C diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima oleh orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3). (rig)