Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Hingga saat ini, penerbitan sertifikat konsultan pajak melalui mekanisme pengakuan ijazah masih belum dilaksanakan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (5/1/2023).
Sesuai dengan PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022, orang perseorangan dengan ijazah S-1 atau D-4 prodi perpajakan dari perguruan tinggi yang ditetapkan oleh PPSKP berhak memperoleh sertifikat konsultan pajak tingkat A. Namun, hingga saat ini, belum ada penetapan perguruan tinggi tersebut.
“Saat ini PPSKP (Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak) belum menetapkan perguruan tinggi yang ijazahnya dapat diakui,” tulis Komite Pelaksana PPSKP dalam dokumen yang diunggah pada laman Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kemenkeu.
Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan otoritas berencana untuk terlebih dahulu membahas kurikulum perpajakan bersama pihak perguruan tinggi. Setelah pembahasan tersebut, mekanisme sertifikasi konsultan pajak lewat pengakuan ijazah baru bisa diterapkan.
“Kita mau lihat dengan mereka kampus-kampus. Kita harapkan ada sinergi dari sisi materinya. Itu tadi, kita belum bicara penyetaraannya, paling tidak kita bahas substansi dan kurikulum dulu," ungkap Heru.
Karena hingga saat ini belum ada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh PPSKP, perolehan sertifikat konsultan pajak melalui mekanisme pengakuan ijazah belum terealisasi. Sertifikat konsultan pajak tingkat A hanya bisa didapatkan lewat ujian sertifikasi konsultan pajak (USKP).
Selain mengenai perolehan sertifikat konsultan pajak melalui mekanisme pengakuan ijazah, ada pula bahasan terkait dengan kebijakan cukai. Kemudian, ada juga ulasan tentang kinerja kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT).
Jika sudah ada perguruan tinggi yang ditetapkan, sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022, orang perseorangan dengan memiliki ijazah S-1 atau D-4 prodi perpajakan tetap harus menyampaikan permohonan untuk mendapatkan sertifikat konsultan pajak tingkat A.
Permohonan tertulis kepada PPSKP tersebut harus dilampiri dengan fotokopi ijazah S-1 atau D-4 prodi perpajakan yang telah dilegalisasi. Jika permohonan tidak disetujui, kepada pemohon disampaikan pemberitahuan secara tertulis beserta alasan penolakan. Simak ‘Ada 3 Mekanisme Sertifikasi Konsultan Pajak’. (DDTCNews)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan SPT Tahunan PPh sudah terkumpul mencapai 16,5 juta SPT hingga 22 November 2023. Dengan jumlah wajib pajak wajib SPT pada tahun ini sebanyak 19,44 juta maka rasio kepatuhan formal sudah mencapai 84,8%.
"Jumlah SPT Tahunan PPh baik badan maupun orang pribadi yang sudah terkumpul di angka 16,5 juta. Untuk 2022 kemarin secara penuh setahun 16,7 juta," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah telah menerbitkan PMK 160/2023 yang mengatur kenaikan tarif cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) mulai 1 Januari 2024.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pemerintah sudah lama tidak melakukan penyesuaian tarif cukai MMEA. Oleh karena itu, kenaikan tarif cukai ini diharapkan lebih efektif untuk mengendalikan konsumsi MMEA.
"Untuk golongan B dan C sudah sejak 2014 belum naik, [sedangkan] untuk golongan A sejak 2018," katanya.
Nirwala mengatakan kenaikan tarif cukai MMEA juga dilatarbelakangi tren kenaikan volume produksi MMEA dalam 10 tahun terakhir. Di sisi lain, tarif cukai memang perlu disesuaikan secara berkala agar tidak tergerus inflasi. Hal ini mengingat penggunaan sistem tarif spesifik. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Pemerintah menargetkan penerimaan pajak senilai Rp1.989 triliun pada 2024, atau tumbuh 6,4% dari realisasi penerimaan pajak 2023 sejumlah Rp1.869,2 triliun.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menuturkan kinerja penerimaan pajak 2023 yang tinggi menyebabkan target pertumbuhan pajak 2024 menjadi lebih rendah ketimbang target pertumbuhan penerimaan pajak 2023 sebesar 9,4%.
Menurutnya, DJP telah memiliki berbagai strategi untuk mengoptimalkan penerimaan pajak pada tahun ini. Namun, pertumbuhan yang lebih kecil juga tidak selalu berarti target penerimaan pajak 2024 dapat dicapai secara mudah. (DDTCNews/Kontan)
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) atas produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (BMDK) kembali direncanakan pada 2024. Namun, lanjutnya, pelaksanaan ekstensifikasi BKC tersebut akan tergantung pada kondisi perekonomian pada tahun ini.
"Kita akan me-review kembali kebijakan ekstensifikasi cukai di 2024, tentunya sejalan dengan kondisi ekonomi dan industri yang akan kita akan monitor sampai dengan pelaksanaan di APBN tahun 2024," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)