Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengingatkan bahwa fasilitas kepabeanan atas impor barang kiriman para pekerja migran Indonesia (PMI) dapat diberikan sepanjang PMI telah terdaftar pada instansi pemerintah.
Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan fasilitas kepabeanan ini hanya diberikan kepada PMI yang tercatat pada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Kementerian Luar Negeri.
"[Persyaratan] ini penting agar PMI mengecek statusnya pada Sisko BP2MI dan Portal Peduli WNI Kemenlu. Kalau tidak tercatat, tidak bisa memanfaatkan [fasilitas kepabeanan PMK 141/2023)," katanya, Minggu (17/12/2023).
Fadjar menuturkan PMI yang belum tercatat pada Sisko BP2MI perlu segera mendaftar ke portal https://peduliwni.kemlu.go.id/ yang dikelola Kemenlu. Sebab, status PMI pada kedua sistem tersebut bakal diteliti oleh DJBC sebelum memberikan fasilitas kepabeanan.
Pasal 9 PMK 141/2023 mengatur barang kiriman PMI dapat dikeluarkan dari kawasan pabean setelah penyelenggara pos menyampaikan consignment note (CN) ke kantor pabean. Nanti, CN tersebut akan dilakukan penelitian melalui pencocokkan data pada sistem milik BP2MI dan Kemenlu.
Di sisi lain, perusahaan jasa titipan (PJT) dan Pos Indonesia wajib menyampaikan bukti kerja sama dengan ekspedisi di luar negeri paling lambat 1 bulan.
Lalu, PJT dan Pos Indonesia harus memastikan bahwa barang kiriman yang diproses benar milik PMI yang tercatat di BP2MI atau Portal Peduli WNI Kemenlu. Setelahnya, PJT dan Pos Indonesia harus menyampaikan CN dengan uraian barang secara lengkap.
Agar ketentuan fasilitas kepabeanan atas barang kiriman PMI berjalan lancar, BP2MI diminta untuk menyampaikan data PMI pada Sisko BP2MI ke Portal Peduli WNI Kemenlu. Kemenlu juga perlu menyediakan data PMI untuk pertukaran data dengan DJBC.
Melalui PMK 141/2023, pemerintah memberikan fasilitas kepabeanan atas impor barang kiriman PMI dengan nilai pabean paling banyak FOB US$500. Fasilitas itu meliputi pembebasan bea masuk, tidak dipungut PPN dan PPnBM, serta tidak dipungut PPh Pasal 22 impor.
Fasilitas itu berlaku dengan ketentuan pengiriman barang dilakukan maksimal 3 kali dalam 1 tahun untuk pekerja yang terdaftar pada BP2MI, serta maksimal 1 kali untuk pekerja selain terdaftar pada BP2MI. (rig)