Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memastikan tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21 akan berlaku mulai masa pajak Januari 2024. Topik ini mendapat sorotan netizen pada pekan ini.
Otoritas menjelaskan rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait tarif efektif PPh 21 sudah siap diterbitkan dalam waktu dekat.
"RPMK pun sudah kami siapkan. Insyaallah mulai masa pajak Januari 2024 sekiranya semua terlaksana dengan baik, tertandatangani, dan terpublikasikan, mulai dijalankan. Jadi Insyaallah tahun depan kita sudah mulai menggunakan tarif efektif rata-rata," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Suryo menjamin kehadiran ketentuan tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21 bakal menyederhanakan proses pemotongan dan memberikan kepastian bagi para pihak yang berkewajiban memotong PPh Pasal 21.
Lebih lanjut, kehadiran tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21 tidak akan menimbulkan kurang bayar ataupun lebih bayar bagi wajib pajak yang dipotong.
Seluruh PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada setiap masa pajak sepanjang 1 tahun pajak akan diperhitungkan kembali pada akhir tahun. Baca artikel lengkapnya, 'DJP: Tarif Efektif PPh 21 Bakal Berlaku Mulai Masa Pajak Januari 2024'.
Topik lain yang juga mendapat perhatian netizen adalah tentang pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). DJP menyebutkan sampai saat ini masih ada 12,6 juta NIK-NPWP yang belum padan. Baru sebanyak 59,3 juta NIK yang sudah dipadankan dengan NPWP.
DJP menyatakan angka itu setara 81% dari jumlah NIK yang harus dipadankan dengan NPWP. Oleh karena itu, DJP mengimbau 12,6 juta pemilik NIK yang belum terintegrasi dengan NPWP segera melakukan pemadanan.
"Ayo lakukan [pemadanan NIK sebagai NPWP] sebelum 1 Januari 2024," bunyi unggahan DJP di Instagram, dikutip pada Kamis (23/11/2023).
DJP sudah mengonfirmasi bahwa implementasi penuh NIK sebagai NPWP akan berjalan berbarengan dengan coretax system pada pertengahan 2024. Namun, PMK 112/2022 masih mengatur bahwa implementasi penuh NIK sebagai NPWP berjalan mulai 1 Januari 2024.
Baca artikel lengkapnya, 'Masih Ada 12,6 Juta NIK-NPWP Belum Padan, DJP Ingatkan Batas Waktunya'.
Selain 2 artikel di atas, ada sejumlah ulasan lain yang menarik untuk disimak kembali. Di antaranya, peringatan DJP soal pengecekan data prepopulated, aturan tentang penyitaan penyertaan modal, terbitnya aturan teknis insentif PPN rumah ditanggung pemerintah, dan realisasi penerimaan pajak terkini.
DJP menyatakan wajib pajak tetap perlu mengecek data prepopulated saat menyampaikan SPT Tahunan.
Penyuluh Pajak Kanwil DJP Banten Agus Puji Priyono mengatakan data prepopulated berasal dari bukti potong yang telah dilaporkan pemotong pajak. Namun, kebenaran data prepopulated pada SPT Tahunan tersebut harus diperiksa oleh wajib pajak.
"Datanya sudah ada, cuma kata kuncinya valid atau tidak datanya. Ini yang hati-hati," katanya dalam Tax Grand Seminar and Competition 2023.
Dengan sistem self-assessment, wajib pajak harus dapat menilai risiko dalam laporan pajaknya.
Wajib pajak berkewajiban menghitung dan melaporkan jumlah pajak yang seharusnya dibayar. Wajib pajak juga harus mengumpulkan dan memelihara informasi—seperti dokumen laporan keuangan, bukti transaksi, dan data pendapatan—untuk perhitungan dan pelaporan pajak.
“Wajib pajak harus dapat menilai risiko dan mengidentifikasi potensi masalah perpajakan dalam laporan pajaknya, termasuk apabila ada potensi sanksi akibat ketidakpatuhan,” tulis Kemenkeu dalam Laporan APBN Kita Oktober 2023.
Juru sita pajak dapat melakukan penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain.
Sesuai dengan Pasal 48 ayat (1) PMK 61/2023, penyitaan dilakukan dengan melakukan inventarisasi dan membuat perincian tentang jenis, jumlah, dan/atau nilai nominal atau nilai perkiraan barang sitaan. Perincian dibuat dalam suatu daftar yang menjadi lampiran berita acara pelaksanaan sita.
“Juru sita membuat … akta persetujuan pengalihan hak penyertaan modal pada perusahaan lain dari penanggung pajak kepada pejabat dalam hal barang sitaan merupakan penyertaan modal,” bunyi penggalan Pasal 48 ayat (2) huruf c PMK 61/2023.
Otoritas fiskal resmi menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) terkait dengan pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun.
PMK yang dimaksud adalah PMK 120/2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023. PMK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 21 November 2023.
Mengutip pertimbangan dalam PMK tersebut, untuk lebih mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dalam dinamika perekonomian global, perlu diberikan dukungan pemerintah terhadap sektor industri perumahan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2023 sudah mencapai Rp1.523,7 triliun atau 88,6% dari target yang ditetapkan pada APBN 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan capaian tersebut, target penerimaan pajak senilai Rp1.818,24 triliun sebagaimana ditetapkan dalam Perpres 75/2023 kemungkinan besar akan tercapai.
"Tentu kita mendorong pada 2 bulan terakhir ini bagi Ditjen Pajak (DJP) untuk mencapai target yang sudah ditetapkan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa. (sap)