Presiden Jokowi saat menghadiri KTT BRICS, di Sandton Convention Centre, Johannesburg, Republik Afrika Selatan, Kamis (24/8/2023). (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)
JAKARTA, DDTCNews - Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan Indonesia sedang berupaya untuk bergabung dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), bukan BRICS. BRICS merupakan organisasi negara industri yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Susiwijono mengatakan meski Indonesia tidak memiliki rencana untuk menjadi anggota BRICS, perkembangan dari organisasi tersebut akan dicermati oleh pemerintah.
Pasalnya, negara-negara BRICS bakal menjadi presidensi G-20 untuk beberapa tahun ke depan. "Tahun 2023 itu India, tahun depan Brasil, tahun depannya lagi Afrika Selatan. Itu BRICS semuanya. Jadi kita perlu antisipasi semuanya," ujar Susiwijono, Kamis (23/11/2023).
Terkait dengan proses aksesi Indonesia sebagai anggota OECD, Susiwijono mengatakan dukungan dari negara-negara anggota OECD amat kuat. Susiwijono mengeklaim tidak ada satupun dari 38 negara anggota OECD yang menolak Indonesia bergabung ke dalam organisasi tersebut.
"Baru kali ini dukungan dari 38 negara OECD begitu kuatnya terhadap salah satu negara yang mengajukan aksesi untuk proses keanggotaan di OECD. Dalam council meeting September 2023, jelas 38 negara tidak ada yang menolak Indonesia masuk," ujar Susiwijono.
Terbaru, Amerika Serikat (AS) menyatakan dukungan terhadap proses aksesi Indonesia untuk menjadi anggota OECD. Dukungan tersebut bahkan tercantum dalam joint statement Presiden AS Joe Biden dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika Jokowi berkunjung ke Gedung Putih pada pekan lalu.
"AS mendukung sangat kuat untuk Indonesia masuk ke OECD, walau prosesnya akan panjang. Negara-negara diterima di OECD prosesnya butuh 5-8 tahun, Cile itu butuh 7 tahun, Brasil sekarang masuk ke tahun ke-5 tetapi sekarang berhenti," ujar Susiwijono.
Untuk diketahui, Indonesia harus mengadopsi setidaknya 200 standar agar bisa menjadi anggota OECD. Adapun standar-standar yang perlu diadopsi mencakup standar di bidang perpajakan, pengadaan barang dan jasa pemerintah, BUMN, dan lain-lain.
Dalam rangka mendukung proses adopsi standar tersebut, Indonesia akan membentuk komite nasional yang bertugas mengidentifikasi policy gap, sektor, dan isu yang dapat diselesaikan secara cepat. Harapannya, Indonesia bisa menjadi anggota OECD dalam waktu 4 tahun. (sap)