Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak dalam negeri, baik wajib pajak orang pribadi maupun badan, yang memiliki peredaran bruto atau omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak dapat dikenai tarif PPh final sebesar 0,5%.
Omzet yang dimaksud merupakan jumlah omzet dalam 1 tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak bersangkutan, yang ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang.
“Dalam hal wajib pajak orang pribadi merupakan suamiistri [pisah harta atau memilih terpisah], peredaran bruto ditentukan berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan istri,” bunyi Pasal 58 ayat (2) PP 55/2022, dikutip pada Kamis (28/9/2023).
Contoh penentuan omzet, termasuk dari cabang:
Tuan X merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Dengan demikian, Tuan X pada tahun 2020 tidak dapat dikenai PPh final karena peredaran bruto usaha Tuan X dari seluruh tempat usaha pada tahun 2019 melebihi Rp4,8 miliar.
Contoh penentuan omzet untuk suami-istri:
Tuan G dan Nyonya H adalah sepasang suami isteri yang menghendaki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis.
Pada Tahun Pajak 2019, Tuan G memiliki usaha toko kelontong dengan omzrt Rp4 miliar dan Nyonya H memiliki usaha salon dengan omzrt bruto Rp1 miliar.
Meskipun omzet masing-masing kurang dari Rp4,8 miliar, tetapi karena jumlah omzet usaha Tuan G ditambah omzet usaha Nyonya H pada Tahun Pajak 2019 adalah Rp5 miliar maka atas penghasilan dari usaha Tuan G dan Nyonya H tidak dapat dikenai PPh final. (rig)