Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) tercatat belum menerima ataupun memberikan bantuan penagihan pajak kepada yurisdiksi mitra meski landasan hukum terkait bantuan penagihan tersebut sudah diundangkan dan berlaku sejak 3 bulan lalu.
Adapun landasan hukum bagi DJP untuk menerima ataupun memberikan bantuan penagihan adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023 yang diundangkan dan berlaku mulai 12 Juni 2023.
"Sampai saat ini belum ada permohonan baik dari kami maupun dari negara mitra," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo, Rabu (20/9/2023).
Ke depan, Suryo mengatakan bantuan penagihan pajak akan diberikan kepada otoritas pajak dari yurisdiksi mitra berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal.
Adapun perjanjian internasional yang dimaksud mencakup persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B), konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan, serta perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
Walau demikian, hingga saat ini Indonesia tercatat hanya bisa memperoleh ataupun memberikan bantuan penagihan pajak kepada 13 yurisdiksi mitra P3B, yakni Aljazair, Amerika Serikat, Armenia, Belanda, Belgia, India, Laos, Filipina, Mesir, Suriname, Yordania, Venezuela, dan Vietnam.
Bantuan penagihan bakal diberikan oleh DJP kepada otoritas pajak yurisdiksi mitra berdasarkan klaim pajak dari yurisdiksi dimaksud. Adapun yang dimaksud dengan klaim pajak adalah instrumen legal dari yurisdiksi mitra sehubungan dengan permintaan bantuan penagihan pajak.
Bila permintaan bantuan dari negara mitra disetujui, klaim pajak tersebut menjadi dasar penagihan pajak bagi DJP. Nilai klaim pajak memiliki kedudukan yang sama dengan utang pajak.
Untuk menagih klaim pajak, DJP dapat menerbitkan surat teguran, surat paksa, menyita, menjual barang sitaan, mengusulkan pencegahan, dan melaksanakan penyanderaan. Dengan demikian, klaim pajak mendapatkan perlakuan yang sama layaknya utang pajak oleh penanggung pajak pajak domestik. (sap)