Petugas memilah sampah plastik di pusat daur ulang sampah di Cicabe, Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/8/2023). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
SURABAYA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengakui pengenaan cukai produk plastik lebih menantang dari minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan plastik termasuk komoditas unik yang penggunaannya perlu diatur. Menurutnya, cukai dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan konsumsi plastik walaupun penerapannya harus dilakukan secara hati-hati.
"Karena plastik itu unik. Plastik itu karunia, tetapi kalau penggunaannya tidak bijak bisa jadi bencana," katanya, Rabu (13/9/2023).
Nirwala mengatakan pemerintah mulai mewacanakan pengenaan cukai plastik sejak 2016. Pada APBN-P 2016, pemerintah juga mulai menetapkan target penerimaan cukai plastik senilai Rp1 triliun.
Target penerimaan cukai plastik secara konsisten masuk dalam APBN. Adapun pada tahun ini, target cukai plastik ditetapkan senilai Rp980 miliar.
Dia menjelaskan secara umum ada setidaknya 3 aspek yang perlu dipertimbangkan untuk ekstensifikasi barang kena cukai. Pertama, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengamanatkan penambahan atau pengurangan objek cukai perlu dibahas dengan DPR dan masuk dalam UU APBN.
Kedua, pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi yang masih dalam fase pemulihan. Perekonomian global dan domestik sejauh ini dinilai masih diliputi berbagai ketidakpastian.
Ketiga, pemerintah harus menyiapkan peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum kebijakan penambahan atau pengurangan objek cukai.
"[Plastik] perlu diatur. Kenapa kok kena cukai? Karena plastik menimbulkan eksternalitas negatif bagi lingkungan, tetapi harus dibicarakan ke stakeholders kita, termasuk pengusaha. Enggak semena-mena," ujarnya. (sap)