Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) tengah mematangkan aturan tentang kegiatan forensik digital. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media media nasional pada hari ini, Kamis (7/9/2023).
Sesuai dengan SE-36/PJ/2017, forensik digital adalah teknik atau cara menangani data elektronik—mulai dari kegiatan perolehan, pengolahan, analisis, dan pelaporan serta penyimpanan data elektronik—sehingga informasi yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Saat ini, aturan tentang kegiatan forensik digital untuk kepentingan perpajakan masih dalam proses pembahasan oleh DJP,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.
Salah satu aspek penting dalam kegiatan forensik digital adalah keamanan data dan informasi wajib pajak. Dwi mengatakan proteksi data adalah hal utama dalam pengelolaan keamanan data. Untuk memastikan keamanan data wajib pajak, DJP sudah menerapkan tata kelola pengamanan data.
“Tata kelola pengamanan data sesuai kaidah yang ada, seperti melakukan pemeliharaan sistem dan pembaharuan keamanan secara berkala,” imbuh Dwi.
Selain mengenai kegiatan forensik digital untuk kepentingan perpajakan, ada pula ulasan mengenai layanan pemadanan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kemudian, ada pula bahasan tentang pengawasan dan pemeriksaan data konkret.
Terkait dengan forensik digital, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan upaya lain yang dilakukan DJP adalah menggunakan teknologi pengamanan mutakhir dan bahasa pemrograman terkini untuk mencegah adanya kebocoran data wajib pajak.
“Selain itu, setiap pegawai DJP juga bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, salah satunya kewajiban untuk menjaga rahasia jabatan wajib pajak sehingga dapat menjamin keamanan data,” katanya.
Seperti diketahui, forensik digital masih akan menjadi salah satu kebijakan teknis pajak pada 2024. Pelaksanaan kegiatan forensik digital tetap bersandar pada prinsip yang telah diakui secara internasional. Simak ‘Forensik Digital, Pemeriksa dan Penyidik Pajak Harus Pakai Prinsip Ini’.
Layanan pemadanan NPWP 15 digit dan NPWP 16 digit akan diberikan hingga akhir tahun. Sesuai dengan PENG-7/PJ.09/2023, layanan pemadanan dapat diakses secara elektronik melalui laman pajak.go.id dan portalnpwp.pajak.go.id.
“Sampai dengan saat ini layanan pemadanan NPWP 15 dan 16 digit direncanakan DJP berikan sampai dengan 31 Desember 2023,” tulis DJP dalam laman resminya.
Untuk dapat mengakses portal layanan pemadanan, pihak ketiga termasuk bank, perlu melakukan pendaftaran dengan melampirkan surat permohonan layanan pemadanan. DJP tidak membatasi user ID. Simak ‘Layanan Pemadanan NPWP Ada Sampai Kapan? Ini Kata Ditjen Pajak’. (DDTCNews)
DJP dapat melakukan pengawasan dan/atau pemeriksaan atas data konkret. Mengutip Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-9/PJ/2023, data konkret adalah data yang diperoleh atau dimiliki oleh DJP dan memerlukan pengujian sederhana untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak.
“Data konkret … yang menyebabkan pajak terutang tidak atau kurang dibayar ditindaklanjuti dengan pengawasan dan/atau pemeriksaan atas data konkret,” bunyi penggalan ketentuan umum dalam SE-9/PJ/2023. Simak ‘Ditjen Pajak Lakukan Pengawasan dan Pemeriksaan Data Konkret’. (DDTCNews)
Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) menyatakan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, khususnya di Indonesia, tidak terlepas dari masalah sengketa pajak. Sengketa pajak dapat terjadi antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pemerintah (fiskus).
“Sengketa pajak dapat terjadi … karena perbedaan pendapat tentang besarnya pajak yang terutang,” tulis Komwasjak dalam unggahannya di Instagram.
Komwasjak menyatakan salah satu problem dalam penyelesaian sengketa pajak adalah ketidakpastian hukum. Menurut IMF dan OECD (2017), ada 4 sumber utama ketidakpastian hukum di ranah pengadilan, yakni waktu yang lama, putusan yang tidak konsisten, kurangnya publikasi, dan banyaknya korupsi. (DDTCNews)
Melalui PMK 80/2023, otoritas turut memperbarui tata cara penerbitan surat ketetapan pajak (SKP) pajak bumi dan bangunan (PBB).
Dalam Pasal 11 ayat (1) PMK 80/2023, disebutkan bahwa SKP PBB diterbitkan setelah tindakan pemeriksaan atau pemeriksaan ulang. Pada ketentuan sebelumnya yakni PMK 255/2014, SKP PBB diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian. (DDTCNews) (kaw)