Presiden Joko Widodo (kanan) dan Presiden World Bank Ajay Banga.
JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden World Bank Ajay Banga membahas berbagai isu dalam sebuah pertemuan di antaranya menyangkut energi terbarukan dan pajak karbon.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menyampaikan pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya dalam menurunkan emisi karbon. Beberapa langkah tersebut di antaranya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan pengenaan pajak karbon.
"Berbagai terobosan telah kami lakukan, termasuk pengembangan EBT dan upaya penerapan pajak karbon, tetapi tidak semua negara dapat penuhi kebutuhan pembiayaan hijau," katanya dikutip dari Setkab, Selasa (5/9/2023).
Jokowi menuturkan World Bank perlu mendukung upaya semua negara melaksanakan penurunan emisi karbon. Dia pun mendorong penguatan komitmen untuk merealisasikan pembiayaan dan investasi dalam transisi energi dan ekonomi hijau.
Pemerintah Indonesia tengah berupaya mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Pemerintah menargetkan penurunan emisi sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri dan 43,2% dengan dukungan internasional pada 2030. Selain itu, ada pula target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
Pemerintah berupaya menarik investasi pada bidang energi baru terbarukan, termasuk dengan memberikan insentif berupa tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan PPN, serta PPh yang ditanggung pemerintah.
Pada kegiatan geothermal, pemerintah juga dapat memberikan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan.
Sementara itu, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur ketentuan pengenaan pajak karbon sebagai upaya pengendalian emisi karbon.
Pada tahap awal, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme cap and trade. Oleh karena itu, pemerintah juga harus menyiapkan mekanisme perdagangan karbon yang tidak hanya berlaku di dalam negeri, tetapi juga secara internasional.
Selain itu, Jokowi juga membahas mengenai reformasi sistem keuangan global. Dia menilai Indonesia dan negara berkembang lainnya menaruh harapan kepada World Bank untuk bisa mewujudkan sistem keuangan yang lebih adil.
"Saya yakin Presiden Banga menyadari berbagai kritik pada World Bank, termasuk oleh Sekjen PBB terkait dengan kurangnya perhatian pada kepentingan negara berkembang," ujarnya.
Jokowi menambahkan situasi ketidakpastian global berpotensi memengaruhi pembangunan di negara berkembang. Dengan kondisi itu, perlu kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk menghadapi situasi tersebut, termasuk melalui kolaborasi World Bank dan Asean. (rig)