ILUSTRASI. Sejumlah warga membaca buku yang disediakan di mobil perpustakaan keliling saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day di Jalan Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (6/8/2023). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/YU
JAKARTA, DDTCNews – Tanggal 24 Agustus setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Anak Jakarta Membaca atau 'Hanjaba'. Dicanangkannya Hanjaba bertujuan meningkatkan kegemaran membaca bagi generasi muda dan anak-anak, khususnya di wilayah DKI Jakarta.
Kegemaran membaca tentu perlu disokong dengan ketersediaan bahan bacaan, termasuk di antaranya buku. Bicara soal buku, sebenarnya pemerintah telah membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor dan/atau penyerahan buku tertentu melalui PMK 5/2020.
"Untuk lebih meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku dan kitab suci dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat, perlu mengatur ketentuan yang memberikan pembebasan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahannya," demikian bunyi salah satu pertimbangan PMK 5/2020, sebagaimana dikutip pada Kamis (24/8/2023).
Merujuk PMK 5/2020, pembebasan PPN diberikan atas impor dan/atau penyerahan buku pelajaran umum dan agama serta kitab suci. Pembebasan PPN ini diberikan baik untuk orang pribadi atau pun badan yang mengimpor dan/atau menyerahkan buku pelajaran umum dan agama serta kitab suci.
Adapun yang dimaksud sebagai buku pelajaran umum adalah buku pendidikan dan buku umum yang mengandung unsur pendidikan. Buku umum yang mengandung pendidikan dapat dibebaskan dari PPN sepanjang memenuhi persyaratan.
Persyaratan yang dimaksud, yakni tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila; tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antar golongan; tidak mengandung unsur pornografi; tidak mengandung unsur kekerasan; serta tidak mengandung ujaran kebencian.
Adapun buku yang bebas PPN bukan hanya buku berbasis cetak. Buku berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala juga dapat dibebaskan dari pengenaan PPN.
Sebagai informasi, pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan buku bukanlah kebijakan baru. Kebijakan serupa sebelumnya sudah diatur dalam PMK 122/2013. Namun, beleid tersebut belum mencakup buku elektronik. Untuk itu, pemerintah merevisi PMK 122/2013 dengan PMK 5/2020.
Selain pembebasan PPN, ada pula fasilitas dari sisi bea masuk. Fasilitas bea masuk terkait dengan buku tercantum dalam PMK 199/2019 yang mengatur tentang ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor barang kiriman.
Merujuk Pasal 20 ayat (3) huruf a, buku dan barang lainnya yang termasuk dalam HS Code 4901, 4902, 4903, dan 4904, dibebaskan dari pembebanan bea masuk dan pemungutan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Pembebasan bea masuk dan PPN atas impor buku dan kitab suci membuat buku dan kitab suci juga dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 22. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK 34/2017. (sap)