KEBIJAKAN KEPABEANAN

Registrasi IMEI untuk Ponsel Pekerja Migran Diusulkan Bebas Pajak

Dian Kurniati
Jumat, 4 Agustus 2023 | 09.30 WIB
Registrasi IMEI untuk Ponsel Pekerja Migran Diusulkan Bebas Pajak

Sejumlah pemudik dari Malaysia antre mengambil barang bawaannya di ruang pemeriksaan kepabeanan Pelabuhan Laut Penumpang Internasional Dumai, Riau, Senin (10/4/2023). Ratusan pemudik tiba di pelabuhan tersebut menggunakan tiga kapal feri dari Malaysia, pemudik didominasi pekerja migran yang akan merayakan lebaran di kampung halamannya. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/hp

JAKARTA, DDTCNews - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengusulkan pekerja migran Indonesia (PMI) diberikan fasilitas kepabeanan atas barang bawaan dan kiriman dari luar negeri.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan fasilitas yang dibutuhkan PMI di antaranya relaksasi ketika melakukan registrasi international mobile equipment identity (IMEI) terhadap handphone atau ponsel yang dibawa dari luar negeri. Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui pembebasan bea dan pajak ketika PMI melakukan registrasi IMEI.

"Presiden setuju terkait pembebasan IMEI HP milik pekerja migran Indonesia ketika dia tiba di Tanah Air. Kendala pekerja migran tiba di Tanah Air itu berurusan dengan IMEI HP yang harus diubah kemudian berbiaya sangat tinggi," katanya, dikutip pada Jumat (4/8/2023).

Benny mengusulkan pembebasan biaya registrasi IMEI untuk ponsel milik PMI saat rapat terbatas bersama Jokowi. Menurutnya, registrasi IMEI yang mewajibkan pembayaran bea dan pajak sangat memberatkan pekerja migran.

Pemerintah mewajibkan handphone, komputer, dan tablet (HKT) yang dibawa dari luar negeri melakukan registrasi IMEI di bandara atau kantor bea cukai. Jumlah maksimal ponsel yang dapat masuk ke Indonesia adalah 2 unit.

Penumpang nantinya akan dikenakan pungutan bea masuk 10%, PPN 11%, dan PPh 10% (bagi yang ber-NPWP) atau PPh 20% (bagi yang tidak ber-NPWP).

Selain soal IMEI, Benny dalam rapat juga menyinggung rencana pemberian fasilitas kepabeanan yang lebih besar atas impor barang kiriman milik PMI. Kebijakan ini diperlukan agar pekerja migran dapat dengan mudah mengirimkan barang ke kampung halaman.

Rencananya, PMI akan diberikan pembebasan bea masuk atas 3 kali pengiriman senilai masing-masing US$500 dengan total US$1.500 per tahun. Fasilitas pembebasan bea masuk untuk PMI ini lebih besar dari impor barang kiriman reguler sebagaimana diatur dalam PMK 199/2019.

Beleid tersebut menyatakan bea masuk tidak dikenakan terhadap barang kiriman dengan nilai barang maksimal hanya US$3.

"Saya yakinkan kepada Bapak Presiden dan para menteri bahwa PMI jika membawa barang bekas itu jumlahnya pasti terbatas dan tidak untuk kepentingan bisnis. Tidak untuk diperjualbelikan kecuali untuk oleh-oleh keluarganya," ujarnya.

Benny menilai pemberian fasilitas kepabeanan perlu diatur secara khusus untuk menghindari permasalahan yang terjadi di lapangan.

Adapun sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga menyatakan pemerintah tengah menyusun RPMK mengenai ketentuan kepabeanan atas impor barang kiriman PMI, termasuk pembebasan bea masuk barang kiriman senilai US$1.500 per tahun. RPMK ini disusun oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) bersama dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.