Pedagang menata perhiasan emas di salah satu tempat penjualan emas Kota Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Selasa (21/3/2023). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memberi penegasan mengenai ketentuan pedagang emas perhiasan yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Sesuai dengan Pasal 13 PMK 48/2023, kewajiban sebagai PKP tetap berlaku pedagang yang masuk kriteria pengusaha kecil. Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan definisi pedagang emas perhiasan dalam PMK ini pada intinya harus memuat aktivitas penjualan emas perhiasan.
“Sepanjang dia memang jualan emas perhiasan, tapi dia [juga] jual batu akik atau jual batu permata, itu masuk ke lingkup ini. Kalau dia jual akik saja atau permata saja, enggak pernah ada emasnya, itu memang wilayah lain, enggak masuk dalam skema ini,” ujar Hestu, dikutip pada Minggu (4/6/2023).
Setelah menjadi PKP, pedagang emas perhiasan berkewajiban memungut PPN atas emas perhiasan dan jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahannya bukan dari emas, serta batu permata dan batuan yang sejenis.
Jasa yang dimaksud antara lain adalah jasa modifikasi, perbaikan, pelapisan, penyepuhan, pembersihan, dan jasa-jasa lain yang sejenis. Adapun PPN yang dikenakan atas penyerahan jasa oleh pedagang emas perhiasan adalah sebesar 1,1%.
Atas penyerahan emas perhiasan dari PKP pedagang emas perhiasan kepada pedagang lainnya atau konsumen akhir, PPN yang dikenakan adalah sebesar 1,1%. Ketentuan ini berlaku sepanjang PKP pedagang emas perhiasan memiliki faktur pajak atas perolehan emas perhiasan yang dimaksud.
Bila PKP pedagang emas perhiasan tidak memiliki faktur pajak atas perolehan emas perhiasan yang dimaksud, penyerahan emas perhiasan kepada pedagang lainnya atau konsumen akhir dikenai PPN sebesar 1,65%.
Khusus untuk penyerahan emas perhiasan oleh PKP pedagang emas perhiasan kepada pabrikan emas perhiasan, PPN yang dikenakan sebesar 0%. (kaw)