KEBIJAKAN PEMERINTAH

Fraksi PKS Sebut Pemberian Insentif Mobil Listrik Terlalu 'Murah Hati'

Muhamad Wildan
Selasa, 30 Mei 2023 | 08.30 WIB
Fraksi PKS Sebut Pemberian Insentif Mobil Listrik Terlalu 'Murah Hati'

Pengunjung mengamati mobil listrik Hyundai Ioniq 5 yang dipamerkan pada Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (17/5/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Fraksi PKS berpandangan pemerintah sudah terlalu banyak memberikan insentif pajak untuk pengembangan mobil listrik.

Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam mengatakan insentif yang diberikan pemerintah antara lain dalam bentuk tax holiday, PPN, hingga pembebasan bea masuk.

"Mereka mendapatkan insentif yang luar biasa besar mulai dari pajak badan melalui tax holiday selama 25 tahun, PPN, dan bea impor. Padahal, dalam proses pengolahannya, perusahaan smelter sudah mendapatkan keuntungan karena harga bahan tambang masih lebih murah apabila dibandingkan dengan harga internasional," ujar Ecky, dikutip Selasa (30/5/2023).

Menurut Ecky, insentif-insentif tersebut pada akhirnya hanya dinikmati oleh mereka yang mampu membeli mobil listrik, yakni masyarakat kelas menengah ke atas. Artinya, insentif ini bersifat regresif dan memperlebar kesenjangan.

"Selain itu, insentif ini tidak menyentuh tujuan afirmatif dari belanja perpajakan," imbuh Ecky.

Ecky mengatakan insentif mobil listrik seharusnya mendukung upaya untuk menekan emisi karbon. Menurut Ecky, tujuan ini belum akan tercapai bila mayoritas energi listrik masih bersumber dari batu bara.

"Pemerintah harus kembali pada tujuan awal kebijakan rendah emisi, yakni penggunaan yang masif pada transportasi publik dan menekan penggunaan kendaraan pribadi seminimal mungkin," ujar Ecky.

Dalam KEM PPKF 2024, pemerintah berpandangan insentif diperlukan untuk menciptakan produk hilir nikel Indonesia yang memiliki daya saing global.

Saat ini, Indonesia memiliki potensi nikel yang besar. Per 2022, Indonesia menyumbang 22% dari cadangan nikel global dan berkontribusi sebesar 40% terhadap produksi nikel global.

Berkaca pada potensi tersebut, hilirisasi nikel diperlukan untuk mendukung penciptaan lapangan kerja. Pemerintah memperkirakan hilirisasi nikel berpotensi membuka 31.000 lapangan kerja dari industri baja nirkarat dan 22.000 lapangan kerja dari industri baterai. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.