Ilustrasi. Penonton mengabadikan gambar saat berlangsungnya Konser Bersuka Ria di Plaza Parkir Timur Senayan, Jakarta, Sabtu (2/7/2022). Konser tersebut untuk memeriahkan Bulan Bung Karno. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Masyarakat perlu memahami kembali bahwa tiket konser atau pertunjukan musik tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Alasannya, tiket konser musik memang bukan objek PPN. Hal ini sejalan dengan peraturan perundangan-undangan perpajakan terbaru, yakni UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Kendati tak kena PPN, tiket konser musik dikenai pajak hiburan yang merupakan wewenang pemerintah daerah (pemda). Besaran tarifnya pun berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada kebijakan masing-masing pemda.
"Tiket konser tidak dikenai PPN, karena bukan objek PPN. Tetapi dikenai pajak sesuai dengan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Yang tarifnya ditentukan pemda masing-masing," jelas Ditjen Pajak (DJP) melalui unggahan di media sosial, dikutip pada Selasa (16/5/2023).
Dengan begitu, penerimaan dari pajak hiburan yang masuk dari penjualan tiket konser akan diterima oleh pemerintah daerah. Hal tersebut juga akan berlaku pada penjualan tiket konser Coldplay. Seperti diketahui, belakangan ramai pembahasan mengenai penjualan tiket konser Coldplay.
Sesuai ketentuan, karena konser Coldplay akan berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) pada November mendatang maka besaran tarif pajak hiburan juga mengikuti ketetapan Pemprov DKI Jakarta.
Pemajakan atas kegiatan hiburan di DKI Jakarta diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta 3/2015 tentang Pajak Hiburan. Dalam Pasal 7 perda tersebut disebutkan bahwa tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana yang bertaraf internasional adalah sebesar 15%.
Masyarakat perlu mengerti perbedaan antara pajak pusat dan daerah. Pajak pusat merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat melalui Ditjen Pajak (DJP). Jenis-jenis pajak pusat, antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), PBB-P3, dan Bea Meterai.
Sementara pajak daerah, mengacu pada UU HKPD, dibagi lagi menjadi pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi dan pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pajak daerah yang diurus pemprov adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Alat Berat (PAB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak Rokok, dan opsen pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Kemudian, pajak daerah yang diurus oleh pemkab/pemkot adalah PBB-P2, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), pajak reklame, Pajak Air Tanah (PAT), Pajak MBLB, pajak sarang burung walet, opsen PKB, dan opsen BBNKB.
Lebih terperinci, pajak daerah berbasis konsumsi seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan diintegrasikan ke dalam 1 jenis pajak yakni pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). (sap)