KEBIJAKAN PAJAK

World Bank Imbau RI Hapus Pembebasan PPN, Sri Mulyani Sampaikan Ini

Dian Kurniati
Selasa, 09 Mei 2023 | 17.15 WIB
World Bank Imbau RI Hapus Pembebasan PPN, Sri Mulyani Sampaikan Ini

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/12/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.

 

JAKARTA, DDTCNews - World Bank menyarankan Indonesia menghapus fasilitas pembebasan PPN. Tujuannya, mengoptimalkan penerimaan pajak.

Melalui laporan berjudul Pathways Towards Economic Security Indonesia Poverty Assessment, World Bank menjelaskan fasilitas pembebasan PPN terhadap barang dan jasa memang biasanya diberikan untuk membantu rumah tangga miskin. Sayangnya, sering kali justru rumah tangga kaya yang menikmati fasilitas pembebasan PPN lebih besar. 

"Cara praktis untuk meningkatkan penerimaan PPN dengan cepat adalah dengan menghilangkan pengecualian dan tarif pilihan atas pajak untuk berbagai barang dan jasa," bunyi laporan Pathways Towards Economic Security Indonesia Poverty Assessment, dikutip pada Selasa (9/5/2023).

World Bank menyebut sepertiga dari potensi penerimaan PPN, setara 0,7% dari PDB Indonesia, hilang melalui struktur pembebasan PPN saat ini. Besaran potensi penerimaan yang hilang tersebut cukup untuk mendanai seluruh anggaran bantuan sosial yang diperluas pada 2019.

Selain soal menghapus pembebasan PPN, World Bank juga merekomendasikan pemerintah untuk menaikkan cukai atas minuman alkohol dan tembakau, serta mengenakan cukai gula dan pajak karbon untuk menghasilkan tambahan penerimaan.

Merespons laporan World Bank tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sependapat bahwa penghapusan pembebasan PPN dapat secara efektif meningkatkan penerimaan negara. Apalagi, PPN merupakan penyumbang terbesar dalam penerimaan pajak Indonesia. Namun, menkeu mengingatkan, kebijakan soal penghapusan fasilitas pajak ini sangat sensitif dari sisi politik.

Dia menjelaskan pemerintah telah berupaya mereformasi kebijakan PPN melalui pengesahan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada beleid ini, diatur penghapusan sejumlah barang dan jasa dari daftar objek yang tidak dikenai PPN sehingga kini menjadi objek PPN.

Meski demikian, beleid yang sama juga memberikan fasilitas PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan pemanfaatan jasa kena pajak (JKP) tertentu seperti bahan kebutuhan pokok, layanan kesehatan, dan layanan pendidikan. Menurut Sri Mulyani, barang dan jasa tersebut sangat dibutuhkan masyarakat, termasuk kelompok tidak mampu.

"Saya setuju dengan rekomendasi ini, tetapi kita juga harus mengambil mempertimbangkan aspek politiknya. Kita melakukan reformasi setiap ada peluang atau kemampuan untuk mendorongnya," ujarnya.

Sri Mulyani menambahkan perlu proses panjang untuk melakukan reformasi, termasuk di bidang pajak. Saat pengesahan UU HPP pun, pemerintah harus dapat memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat, dunia usaha, dan pimpinan partai politik. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.