AMERIKA SERIKAT

Microsoft dan Amazon Dipajaki 67%

Redaksi DDTCNews
Selasa, 30 April 2019 | 16.18 WIB
Microsoft dan Amazon Dipajaki 67%

WASHINGTON, DDTCNews – Parlemen Negara Bagian Washington, Amerika Serikat (AS), meloloskan rancangan undang-undang yang mengerek tarif pajak hingga 67% pada perusahaan komputasi canggih berpendapatan lebih dari US$100 miliar (Rp1.425,72 triliun). 

Kategori tersebut hanya berlaku untuk Amazon dan Microsoft. RUU Menciptakan Investasi Pendidikan Tenaga Kerja untuk Melatih Siswa Washington untuk Pekerjaan di Washington itu (House BIll 2158) disponsori oleh 21 legislator negara bagian Washington.

Microsoft, yang memang mendukung kebijakan pemajakan ini, mengungkapkan perusahaan mendorong kebijakan tersebut sebagai cara untuk meningkatkan jumlah siswa yang siap untuk pekerjaan teknologi di masa depan.

“Pendidikan di luar sekolah menengah telah lama menjadi langkah sukses di Washington dan menjadi prioritas bagi Microsoft. Kami bangga telah mendukung RUU 2158," kata Direktur Urusan Pemerintahan Microsoft Washington Irene Plenefisch, Selasa (30/4).

Ia menambahkan dukungan tersebut akan membantu pendidikan tinggi untuk memperluas akses pendidikannya, terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.

Biro Tenaga Kerja Washington telah memprediksi ada sebanyak 1,4 juta pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu komputer, tetapi hanya 400.000 lulusan dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengisi pekerjaan pada 2020.

Sejauh ini belum jelas jumlah perusahaan yang terkena kebijakan tersebut. Hanya, pemerintah membatasi nilai pajak yang harus dibayar masing-masing perusahaan yaitu lebih dari US$4 juta (Rp57,03 miliar) dan kurang dari US$7 juta (Rp99,8 miliar) per tahun.

Dalam beleid tersebut, perusahaan komputasi canggih dengan pendapatan antara US$25 miliar (Rp356,45 triliun) hingga US$100 miliar (Rp1.426,58 triliun) akan menghadapi peningkatan pajak sebesar 33%.

Selain peningkatan pajak pada perusahaan teknologi, peningkatan pajak untuk 44 kategori penyedia layanan juga terjadi yaitu sebesar 20%. Kategori tersebut termasuk firma hukum, teknik, operator asuransi, layanan keuangan, telekomunikasi hingga penerbitan perangkat lunak.

Seluruh dana pajak yang terkumpul tersebut akan masuk ke Akun Investasi Pendidikan Tenaga Kerja dan dimanfaatkan untuk mendanai perguruan tinggi baru, program pembiayaan kembali pinjaman mahasiswa dan inisiatif lain yang memperluas akses pendidikan tinggi.

Kebijakan ini juga membentuk dewan pengawas dalam dewan legislatif untuk menentukan pendanaan program pendidikan, serta mendanai siswa yang memenuhi syarat untuk menutupi biaya pendidikan tinggi. Pendanaan siswa akan diberikan berdasarkan kebutuhan finansial.

Dewan legislatif, seperti dilansir geekwire.com, mengharapkan kebijakan yang akan berlaku mulai 1 Januari 2020 mampu mengumpulkan sekitar US$370 juta (Rp5,27 triliun) hingga 2021. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.