Ilustrasi gedung Kemenkeu.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan ternyata telah menerbitkan beleid relaksasi pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas simpanan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA). Hal ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (4/2/2019).
Relaksasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.212/PMK.03/2018 tentang Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Beleid yang mencabut PMK No.26/PMK.010/2016 dan KMK No.51/KMK.04/2001 ini sudah mulai berlaku mulai 31 Desember 2018.
Tidak ada perubahan tarif PPh baik untuk simpanan dalam mata uang asing maupun rupiah. Namun, pemerintah memberikan keleluasaan terkait dengan pilihan bank dan jangka waktu penempatan DHE, termasuk di dalamnya DHE SDA.
Desain kebijakan ini diharapkan mampu menarik DHE ke Tanah Air. Namun, berbeda dengan DHE SDA, yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2019, wajib masuk ke Tanah Air. SDA yang dimaksud dalam PP ini adalah hasil pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti wacana reverse tobin tax. Namun demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan desain kebijakan nantinya tidak hanya ditujukan untuk modal portofolio, melainkan juga investor di sektor riil.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dengan keluarnya PMK No.212/PMK.03/2018, DHE bisa ditempatkan pada bank yang tidak sama dengan bank diterimanya DHE dari luar negeri. Langkah ini bisa dilakukan dengan melampirkan surat pernyataan eksportir. Surat pernyataan itu menegaskan bahwa dana itu berasal dari DHE yang dilegalisasi oleh bank tempat diterimanya DHE atau dilegalisasi oleh bank terakhir yang menjadi tempat disimpannya DHE.
Keluarnya beleid baru terkait pemotongan PPh yang menyangkut simpanan DHE memberikan kelonggaran bagi eksportir untuk memperpanjang tenor simpanan. Eksportir bisa memperoleh fasilitas pemotongan PPh jika kembali menempatkan DHE pada saat jatuh tempo. Pada regulasi sebelumnya, pemberian insentif PPh hanya berlaku dalam satu kali tenor.
Suahasil Nazara mengatakan pemerintah pada dasarnya ingin menjaga agar dana yang sudah masuk ke Tanah Air bisa bertahan. Dengan demikian, desain kebijakan yang juga mempertimbangkan reverse tobin tax akan diperluas untuk investasi di sektor riil.
“Pada dasarnya kami ingin memberikan insentif untuk menjaga dana yang masuk tetap berada di dalam negeri,” katanya
Direktur Surat Utang Negara (SUN) DJPPR Kemenkeu Loto S. Ginting mengatakan pemerintah memang masih melakukan strategifrontloading awal tahun ini. Sepanjang semester i/2019. Penerbitan SUN diproyeksi akan mencapai 50%-60% dari target SBN bruto senilai Rp825,7 triliun.
“Tahun ini masih terdapat ketidakpastian di pasar keuangan global seperti perang dagang Amerika Serikat versus China, gejolak harga minyak mentah dunia, dan kenaikan Fed Fund Rate,” kata Loto.
Lembaga Manajemen Aset Negara mengestimasi adanya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sekitar Rp900 miliar pada tahun ini. Potensi ini bisa diambil dengan mengoptimalisasi sejumlah aset negara. Sebagian besar penerimaan itu diestimasi berasal dari pemanfaatan aset kilang.
Dalam draf revisi Peraturan Pemerintah No. 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), Instansi Pengawas dan pengatur Sektor (IPPS) keuangan diberikan kewenangan untuk menerapkan data elektronik tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
IPPS juga diberikan kewenangan untuk mengatur pengelolaan, pemrosesan, dan penyimpanan data elektronik tinggi bagi sistem penyelenggara sistem elektronik di sektor jasa keuangan. Dengan demikian, BI dan OJK memiliki kewenangan yang tidak bisa diganggu gugat dalam pengaturan data keuangan.