Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Rencana pemerintah untuk menaikkan ambang batas PPnBM hunian mewah dan penghapusan PPnBM kapal yacht diyakini tidak berdampak besar pada penerimaan negara. Topik ini menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (29/11/2018).
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak (DJP) Yon Arsal mengatakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hunian mewah dan kapal yacht selama ini hanya masuk dalam kelompok penerimaan PPnBM lain, sehingga tidak terlalu signifikan.
“Target penerimaan dari PPnBM lainnya mungkin akan terganggu, tapi kinerja penerimaan pajak secara keseluruhan tidak masalah,” kata Yon.
Selain itu, kabar juga datang dari Presiden Joko Widodo yang akan menghapus sektor yang selama ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari rencana relaksasi daftar negatif investasi (DNI). Dia mengaku belum menandatangani regulasi terkait.
“Begitu masuk istana, ya sudah, saya lihat dan coret saja. Intinya, jangan meragukan komitmen pemerintah, komitmen saya, pada UMKM,” katanya.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak (DJP) Yon Arsal mengatakan PPnBM hunian mewah dan kapal yatch selama ini hanya masuk penerimaan PPnBM lainnya. Sebagai gambaran, target penerimaan PPnBM tahun ini Rp12,2 triliun. Dari jumlah tersebut, target penerimaan PPnBM lainnya hanya Rp200 miliar. Sebagian besar penerimaan PPnBM dalam negeri berasal dari kendaraan bermotor.
Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dari tiap fraksi sudah masuk sehingga pembahasan sudah dapat dilanjutkan pada masa siding selanjutnya.
Juru Bicara Wakil Presiden Husain Abdullah mengungkapkan dalam pertemuan KTT G20, Indonesia menyerukanpembentukan sistem pajak Internasional yang adil dan efisien. Selain itu, ada empat aspek lain yang juga diserukan. Pertama, komitmen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkesinambungan, seimbang, dan inklusif.
Kedua, komitmen atas sistem perdagangan multilateral yang adil, transparan, rules based, dan nondiskriminasi.Ketiga, peningkatan partisipasi emerging economies dan negara berkembang dalam tata kelola ekonomi global.Keempat, peningkatan koordinasi dan sinergi kebijakan makroekonomi untuk meminimalkan spillover effects dandownside risks.
Presiden Joko Widodo menegaskan akan mencoret UMKM dari relaksasi DNI yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi XVI. Dengan demikian, pemerintah kembali menegaskan tidak akan membuka sektor UMKM untuk asing.
“Saya pastikan akan saya keluarkan urusan UMKM ini dari relaksasi DNI. Saya putuskan di sini,” ujarnya saat memberi sambutan dalam penutupan Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Solo. (kaw)