JAKARTA, DDTCNews – Tugas berat diemban Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk memenuhi target peneriman sebesar Rp1.424,7 triliun tahun ini. Ditambah lagi kondisi industri yang menjadi penopang penerimaan tidak cukup menggembirakan pada awal tahun ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat ekonomi Faisal Basri saat rilis kajian Institute for Development of Economics and Finance terkait produktivitas utang, Rabu (21/3). Hal ini berkaca pada data Badan Pusat Statistik (BPS) di mana terjadi defisit perdagangan di awal tahun 2018.
Seperti yang diketahui, setoran pajak badan di Indonesia mendominasi penerimaan pajak jika dibandingkan setoran orang pribadi. Oleh karena itu, problematika di sektor industri akan punya pengaruh signifikan pada penerimaan pajak.
"Pertanyaannya kenapa setoran pajak tidak naik naik? Karena industrinya melemah terus. Bisa dilihat ekspor industri turun. Banyak masalah datangnya dari luar dunia industri," katanya.
Salah satu yang krusial adalah ketidakpastian dalam hal regulasi. Hal ini yang kemudian membuat pelaku usaha terkesan wait and see dalam melakukan ekspansi usaha.
"Ketidakpastian di mana kebijakan dapat berubah drastis dari sebelumnya. Contoh larangan ekspor mineral konsentrat dan harus bangun smelter di dalam negeri. Kemudian sekarang diperbolehkan ekspor, sudah bangun pabrik smelter kemudian kebijakan berubah lagi," paparnya.
Padahal menurutnya, pengusaha sebagai wajib pajak badan punya peranan penting bagi penerimaan negara. Pasalanya, penerimaan pajak masih bergantung pada setoran wajib pajak badan.
"Untuk meningkatkan basis pajak, industri dimajukan karena 1% kenaikan industri terhadap PBD bisa meningkatkan 1,5% sumbangan industri terhadap penerimaan pajak," tutupnya. (Amu)