JAKARTA, DDTCNews – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali membuka pembahasan Rancangan Undang-Uangan (RUU) Pertembakauan yang sempat ditolak Presiden Joko Widodo pada tahun lalu. Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menjelaskan ada alasan kuat kenapa pemerintah menolak draf RUU tersebut.
Dia mengatakan bahwa dalam RUU Pertembakauan ditemukan banyak persinggungan isi dengan UU lain yang sudah ada. Secara total ada 15 UU yang bersinggungan termasuk di antaranya adalah UU No39/2007 tentang Cukai dan UU No 17/2006 tentang Kepabeanan.
Lebih lanjut, Heru mencontohkan persinggungan aturan ini terdapat pada BAB V dan BAB VI yang berisikan tentang distribusi niaga dan industri hasil tembakau. Oleh karena itu, diperlukan perombakan total agar tidak menimbulkan multitafsir yang ujungnya adalah ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha.
Berita lainnya masih seputar RUU Pertembakauan yang menjelaskan detail persinggungan dalam rancangan aturan soal tembakau tersebut. Berikut ulasan ringkas beritanya:
DPRÂ dan pemerintah kembali membuka pembahasan RUU Pertembakauan yang sempat ditolak pada tahun lalu. Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan ada sejumlah pasal yang bersinggungan dengan aturan lain yang sudah berlaku. Antara lain di Bab V tentang distribusi tata niaga, dalam Pasal 24-26 menyebutkan pelaku usaha yang memasukkan atau mengimpor rokok siap pakai ke dalam wilayah Indonesia dikenakan cukai 200% dari harga penyerahan barang di atas kapal (cost insurance freight).
Adapun pelaku usaha yang memasukkan atau mengimpor tembakau berupa lembaran daun tembakau, gagang tembakau, sobekan daun yang sudah dipisahkan dari gagangnya baik menggunakan mesin atau tangan/rajangan belum siap pakai dan rajangan setengah jadi dikenakan bea masuk paling sedikit 60%. Padalah berdasarkan UU Cukai, pemerintah menetapkan bea masuk terhadap tembakau sebesar 5%. Kemudian di Bab VI tentang industri hasil tembakau, Pasal 27-28 juga bersinggungan dengan UU Cukai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan revisi UU PNBP dilakukan untuk memperkuat tata kelola pelayanan kementerian atau lembaga. Revisi ini untuk menjamin pelayanan kepada masyarakat, sehingga pungutan yang dibayarkan setara dengan layanan yang didapatkan. Namun, Menkeu menyadari PNBP dari pelayanan pemerintah sangat sensitif bagi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah tidak serta merta mengejar penerimaan PNBP, sebab pemerintah juga melakukan perluasan opsi keringanan berupa pengurangan hingga pembebasan tarif PNBP 0%. Selain itu, pemerintah juga akan memperketat pengawasan atas penggunaan PNBP.
Pemerintah berencana menurunkan batasan pengenaan bea masuk atas barang kiriman dari luar negeri. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir peredaran produk impor eceran di pasar. Rencananya, kebijakan ini akan tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) tentang bisnis jual beli online (e-commerce). Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan PMK e-commerce akan mencakup kepabeanan dan pajak. Nantinya, treshold atau ambang batas bea masuk bagi barang impor sebesar US$100 per kiriman akan diturunkan menjadi US$75 untuk menciptakan same level of playing field. Nilai US$75 ini berdasarkan referensi WCO guideline, untuk low value dutiable consignment sebesar SDR 50 atau setara US$75. Aturan ini rencananya mencakup impor barang kiriman dengan besaran di bawah US$1.500
Pelaku usaha merespons positif terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 34/2017 tentang Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan Bangunan. Beleid itu menetapkan aset sewaan untuk perusahaan akan dikenai pajak 10% dari total pendapatan. Angka ini lebih rendah dibanding aturan sebelumnya yang menetapkan pajak sebesar 25%. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan pelaku usaha menyambut baik aturan ini. Penurunan tarif pajak ini bisa menjadi angin segar bagi pengelola pusat perbelanjaan yang selama ini terbebani dengan kewajban pajak yang besar. (Amu)