Menko Perekonomian Darmin Nasution (Foto: Setkab RI)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berupaya mempercepat berbagai perjanjian dagang internasional atau Free Trade Agreement (FTA) dalam waktu dekat. Percepatan itu guna mempermudah Indonesia dalam bersaing dengan sejumlah negara lainnya yang lebih dulu memiliki kebijakan FTA.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah tengah merumuskan FTA dan berupaya mempercepat pemberlakuan kebijakan itu. Menurutnya penurunan aktivitas perdagangan dengan suatu negara menjadi penyebab dari ketidakberlakuannya kebijakan FTA di Indonesia.
"FTA itu kan memang harus disegerakan, jadi kami berupaya untuk itu. Percepatan ini memudahkan Indonesia dalam bersaing dengan negara lain yang sudah lebih dulu menerbitkan kebijaksn FTA. Kebijakan ini jelas ada keuntungannya untuk Indonesia," ujarnya di Kemenko Perekonomian Jakarta, akhir pekan lalu (22/9).
Dia menegaskan pemerintah akan berunding lebih lanjut ke depannya dengan mengundang Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait beserta Kementerian Luar Negeri yang sangat berperan dalam kebijakan Internasional. Selanjutnya pemerintah akan merumuskan kebijakan yang bisa diterapkan oleh Indonesia dengan negara lain.
"Kondisi perdagangan antara Indonesia dengan Turki kan semakin menurun, nah ini disebabkan karena Indonesia tidak punya FTA. Kalau RI punya FTA, bisa saja kami menaikkan tarif, contohnya seperti tarif sawit dan tarif-tarif lainnya," tuturnya.
Darmin menegaskan pemerintah harus benar-benar berunding mengenai hal tersebut. Pasalnya selama ini Indonesia tidak memilili kebijakan FTA, sementara negara-negara tetangga sudah lebih dulu memiliki kebijakan tersebut.
Pada saat bersamaan, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan pemerintah sudah menuiapkan 16 perjanjian FTA yang akan dikoordinasikan kepada K/L terkait. Sayangnya, Enggar belum bisa memproyeksikan kapan pastinya kebijakan itu rampung dan bisa diberlakukan.
"K/L sudah diminta untuk mengikuti pembahasan kebijakan FTA dalam hal perjanjian internasional itu, ada 16 poin perjanjian. Untuk penyelesaiannya kira-kira antara awal tahun depan atau akhir tahun ini," papar Enggar. (Amu/Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.