Ilustrasi.
ANKARA, DDTCNews – Seiring dengan lonjakan inflasi yang terjadi dan melemahnya mata uang nasional, Pemerintah Turki memutuskan untuk menaikkan pajak atas transaksi pinjaman konsumen dari lembaga keuangan.
Menteri Keuangan Nureddin Nebati menyatakan suku bunga acuan akan tetap dipertahankan pada 14% meskipun inflasi tengah melonjak. Dia memproyeksikan inflasi di Turki pada akhir tahun 2022 akan pada kisaran 48%—49%.
“Inflasi Turki diproyeksikan mencapai 48%—49%pada akhir tahun ini,” tuturnya seperti dilansir english.aawsat.com, Selasa (14/6/2022).
Pada 2022, nilai lira telah jatuh hingga 23% di tengah melonjaknya inflasi. Nilai lira melemah menjadi 17,24 terhadap nilai dolar AS. Kondisi tersebut dipicu oleh serangkaian penurunan suku bunga yang tidak lazim.
Inflasi di Turki bahkan telah melonjak menjadi 73,5% pada Mei 2022. Angka tersebut merupakan rekor tertinggi selama 24 tahun terakhir. Pada gilirannya, kondisi tersebut memengaruhi pergerakan nilai lira.
Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah menaikkan tarif pajak atas transaksi pinjaman konsumen lembaga keuangan dari 5% menjadi 10%. Pemerintah berharap kebijakan tersebut dapat mendukung pertumbuhan lira yang merupakan mata uang negara tersebut.
Pemerintah Turki juga menegaskan tetap berkomitmen untuk mempertahankan suku bunga acuan di angka 14% meskipun di tengah inflasi yang sedang meningkat tajam.
Sementara itu, regulator perbankan atau dikenal juga sebagai Banking Regulation and Supervision Agency (BSRA) memotong periode pembayaran utang untuk konsumen. BSRA juga meningkatkan pembayaran minimum bulanan yang diperlukan pada kartu kredit. (rig)