Jurnalis Filipina dan CEO Rappler Maria Ressa, salah satu peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2021, berpose untuk difoto di Kota Taguig, Metro Manila, Filipina, Sabtu (9/10/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Eloisa Lopez/PRAS/djo
MANILA, DDTCNews - Jurnalis sekaligus CEO media Rappler Filipina, Maria Ressa, terpilih sebagai penerima Penghargaan Nobel Perdamaian tahun ini. Maria sendiri adalah jurnalis yang kerap menyuarakan perlawanan terhadap upaya Presiden Ridrigo Duterte dalam mengekang kebebasan berekspresi.Â
Akibat kerasnya Rappler mengkritik cara Duterte dalam memberangus pengedar narkoba, pemerintah mencoba menjegal perjalanan Maria. Pada 2018, Kejaksaan Filipina mendakwa Maria atas dugaan penghindaran pajak. Kemudian pada 2019, otoritas kembali menuding Maria dan sejumlah karyawan Rappler telah melanggar hukum terkait kepemilikan perusahaan media.Â
Maria sempat dijatuhi hukuman hingga 6 tahun penjara akibat tudingan pencemaran nama baik terhadap seorang pengusaha kaya. Maria dan pengacaranya menolak putusan tersebut karena upaya banding masih dilakukan.Â
Penghargaan Nobel ini menjadi yang pertama bagi seorang warga negara Filipina. Komite Nobel menilai Maria telah melakukan berjuang mengungkap penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pemerintahan Duterte.Â
"Rappler telah memusatkan perhatian secara kritis kepada kampanye antinarkoba yang kontroversial dan mematikan dari rezim Duterte," tulis Tax Notes International dikutip Senin (18/10/2021).
Jumlah kematian yang ditimbulkan dari cara Duterte melawan kartel narkoba memang sangat tinggi. Dalam kurun waktu 2 tahun, pemerintah Filipina telah melayangkan 10 perintah penangkapan atas Maria.Â
Rappler sendiri juga terlibat dalam peliputan jurnalisme investigasi yang merilis dokumen Pandora Papers. (sap)