REFORMASI PAJAK

6 Negara Belum Sepakat, Bagaimana Nasib Reformasi Pajak 2 Pilar?

Muhamad Wildan
Senin, 23 Agustus 2021 | 10.28 WIB
6 Negara Belum Sepakat, Bagaimana Nasib Reformasi Pajak 2 Pilar?

Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.

PARIS, DDTCNews - Masih ada 6 negara anggota Inclusive Framework yang belum menyetujui proposal 2 pilar terkait reformasi perpajakan internasional. Kendati begitu, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memandang reformasi perpajakan internasional masih bisa dicapai.

Direktur Centre for Tax Policy and Administration OECD Pascal Saint-Amans mengatakan perincian atas Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) sedang dikerjakan oleh OECD. Perincian atas keduanya diharapkan bisa rampung pada Oktober 2022.

Perlu diketahui, 6 dari 139 negara anggota Inclusive Framework yang masih belum menyetujui proposal 2 pilar antara lain Estonia, Hungaria, Irlandia, Kenya, Nigeria, dan Sri Lanka. "Apakah kita bisa mengimplementasikan Pilar 1 dan Pilar 2 tanpa negara-negara ini? Tentunya bisa dan kita sebaiknya melakukan itu," ujar Saint-Amans, dikutip Senin (23/8/2021).

Hingga saat ini, 3 negara Uni Eropa yakni Estonia, Hungaria, dan Irlandia masih keberatan dengan proposal Pilar 2 yang berencana menerapkan tarif pajak korporasi minimum global setidaknya sebesar 15% atas korporasi multinasional.

Namun demikian, menurut Saint-Amans, Irlandia kemungkinan besar juga akan mengadopsi Pilar 2 bila tarif minimum yang disetujui nantinya tetap sebesar 15% sesuai dengan kesepakatan pada saat ini. Hingga saat ini memang belum ada kejelasan mengenai sikap Estonia dan Hungaria atas proposal Pilar 2. Persetujuan dari ketiga negara Uni Eropa tersebut diperlukan agar proposal Pilar 1 dan Pilar 2 dapat diadopsi oleh seluruh Uni Eropa.

Terkait Kenya dan Nigeria, Saint-Amans mengatakan kedua negara tersebut akan merugi jika tidak menyetujui proposal 2 pilar. Sementara 133 negara lain di dalam Inclusive Framework sudah memberi lampu hijau. Bagaimanapun, ujar Saint-Amans, proposal Pilar 1 dan Pilar 2 akan memberikan tambahan penerimaan negara bagi kedua negara tersebut. Khusus mengenai Sri Lanka, Saint-Amans mengatakan OECD saat ini terus menjalin komunikasi dengan negara tersebut.

Saat ini, imbuh Saint-Amans, OECD masih terus memerinci klausul-klausul pada proposal Pilar 1 dan Pilar 2 dan strategi implementasi dari kedua proposal tersebut. Proposal Pilar 1 dan Pilar 2 ditargetkan bisa selesai pada Oktober 2021 dan disepakati pada bulan tersebut.

"Kita sudah memiliki kesepakatan, sekarang kita hanya perlu menuliskannya ke dalam bentuk yang bisa diterima oleh semua pihak," ujar Saint-Amans seperti dilansir Tax Notes International.

Untuk diketahui, proposal Pilar 1 dan Pilar 2 adalah paket reformasi perpajakan yang dirancang OECD dan Inclusive Framework guna mengatasi tantangan digitalisasi dan globalisasi. Pembahasan tentang pilar 1 dan pilar 2 sempat dimuat DDTCNews melalui tautan berikut.

Pada Pilar 1, terdapat klausul realokasi hak pemajakan kepada yurisdiksi pasar atas laba residual (residual profits) yang diterima korporasi multinasional terbesar di dunia. Pada Pilar 2, Inclusive Framework sepakat untuk menerapkan tarif pajak korporasi minimum global dengan tarif setidaknya sebesar 15%. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.