Pemimpin Myanmar Aung San Su Kyi. (Foto: Athit Perawongmetha/Reuters/dw.com)
NAYPYIDAW, DDTCNews - Militer Myanmar merebut kekuasaan Myanmar setelah menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi beserta anggota senior dari Partai Liga Nasional Demokrasi (National League for Democracy/NLD).
Suu Kyi meminta publik tidak menerima kudeta oleh militer itu dan melakukan protes untuk mendesak mereka. Dia menilai tindakan militer tersebut merupakan upaya untuk mengembalikan Myanmar di bawah kediktatoran.
"Saya mendesak orang-orang untuk tidak menerima ini, dan meresponsnya dengan melakukan memprotes atas kudeta oleh militer," katanya melalui surat yang dirilis NLD, Senin (1/2/2021).
Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta terhadap Suu Kyi yang terpilih demokratis. Militer menilai kubu Suu Kyi melakukan 'kecurangan pemilu', sehingga kini kekuasaan telah diberikan kepada Panglima Militer Min Aung Hlaing dan memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun.
Para jenderal mengambil langkah tersebut beberapa jam sebelum parlemen dijadwalkan untuk pertama kalinya sejak kemenangan telak NLD dalam pemilihan 8 November 2021. Semula, rapat di parlemen itu diagendakan sebagai referendum terhadap pemerintahan demokratis baru Suu Kyi.
Saat ini, saluran telepon dan internet di kota-kota utama Myanmar telah terputus, sedangkan TV negara mati. Tentara juga telah mengambil posisi di balai kota di Yangon. Sementara itu, Komisi Pemilihan Myanmar telah membantah tuduhan kecurangan pemilu.Â
Kelompok militer dalam pernyataannya menyebut Komisi Pemilihan gagal menangani keluhan atas daftar pemilih, serta penolakannya untuk menyetujui permintaan untuk menunda rapat parlemen baru telah memicu respons dari kelompok yang menolak hasil pemilu.
"Jika masalah ini tidak diselesaikan, itu akan menghalangi jalan menuju demokrasi dan oleh karena itu harus diselesaikan sesuai dengan hukum," bunyi pernyataan tersebut, dilansir canberratimes.com.au. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.