Ilustrasi. (foto: mladiinfo.eu)
BRUSSELS, DDTCNews – Komisi Eropa memasukkan 12 negara ke dalam daftar daftar hitam (blacklist) terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa Valdis Dombrovskis mengatakan ada keinginan memperkuat peran Uni Eropa dalam membentuk standar internasional untuk memerangi dua praktik kejahatan itu. Sebanyak 12 negara dianggap berisiko tinggi dalam masalah pencucian uang dan pendanaan terorisme.
“Kita harus mengakhiri uang kotor yang menyusup ke dalam sistem keuangan kita. Hari ini kami terus memperkuat pertahanan untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme dengan rencana aksi yang komprehensif dan berjangkauan luas," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (7/5/2020).
Dombrovskis menyebut 12 negara yang akan masuk dalam daftar hitam antara lain Bahama, Barbados, Botswana, Kamboja, Ghana, Jamaika, Mauritius, Mongolia, Myanmar, Nikaragua, Panama, dan Zimbabwe.
Komisi Eropa akan mengajukan 12 negara tersebut kepada Parlemen Eropa dan Dewan untuk mendapat persetujuan dalam waktu satu bulan. Waktu untuk pemberian persetujuan ini bisa diperpanjang satu bulan lagi karena pandemi virus Corona.
Di sisi lain, Komisi Eropa juga akan menghapus sejumlah negara dari daftar hitam, yaitu Bosnia-Herzegovina, Ethiopia, Guyana, Republik Demokratik Rakyat Laos, Sri Lanka, dan Tunisia.
Ketentuan tentang pembaruan daftar tersebut akan berlaku mulai 1 Oktober 2020 untuk memastikan semua pemangku kepentingan memiliki waktu untuk mempersiapkan secara tepat. Meski demikian, negara-negara yang masuk daftar akan langsung merasakan efeknya dalam 20 hari setelah publikasi dalam jurnal resmi Uni Eropa.
Di bawah Anti-Money Laundering Directive (AMLD), Komisi berkewajiban mengidentifikasi negara-negara ketiga yang berisiko tinggi terjadi pencucian uang dan melawan pendanaan teroris. Negara tersebut dianggap tak memiliki strategi dalam kerangka kerja yang memadai untuk mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Revisi daftar terus dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan di tingkat internasional sejak 2018. Daftar baru tersebut juga akan semakin selaras dengan daftar yang diterbitkan oleh Financial Action Task Force (FATF)
Komisi juga telah menerbitkan metodologi baru untuk mengidentifikasi negara-negara ketiga dengan risiko tinggi tersebut. Metodologi itu diharapkan mampu memberikan lebih banyak kejelasan dan transparansi dalam proses mengidentifikasi negara-negara ketiga.
Elemen-elemen baru yang penting dalam metodologi meliputi interaksi antara proses pendaftaran pada Uni Eropa dan FATF, peningkatan keterlibatan dengan negara ketiga, serta konsultasi yang diperkuat dari para ahli di negara anggota.
Parlemen Eropa dan Dewan akan memiliki akses ke semua informasi yang relevan pada berbagai tahapan prosedur sesuai dengan persyaratan penanganan yang tepat. (kaw)